Senin, 6 Oktober 2025

Fokus Infrastruktur, Pembaharuan Hukum Era Jokowi Dinilai Memprihatinkan

Pakar Hukum Tata Negara menilai agenda pembaharuan hukum era Joko Widodo sangat memprihatinkan.

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Ferdinand Waskita
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun (paling kiri) dalam diskusi 19 Tahun Reformasi: Reformasi Hukum Sampai Mana? di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (14/5/2017). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menilai agenda pembaharuan hukum era Joko Widodo sangat memprihatinkan.

Sebab, Pemerintahan Joko Widodo lebih fokus terhadap bidang ekonomi khususnya infrastruktur.

Refly mengingatkan Presiden Jokowi bahwa Orde Baru pernah gagal karena hanya fokus terhadap bidang ekonomi.

"Saya mewarning agar penegakan hukumnya juga dibenahi," kata Refly dalam diskusi 19 Tahun Reformasi: Reformasi Hukum Sampai Mana? di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (14/5/2017).

Menurut dia, jika Jokowi tidak membenahi bidang penegakan hukum akan memunculkan para penunggang gelap.

"Kalau KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) tidak kita potong dari hulu ke hilir maka pembangunan akan dibajak. Maka presiden harus pimpin sendiri pemberantasan korupsi," katanya.

Refly menuturkan institusi penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan belum bisa memenuhi harapan.

Ia melihat hanya KPK yang menjadi nilai plus selama reformasi.

"Jadi PR-nya ada di kepolisian, kejaksaan, dan institusi pengadilan," kata Refly.

Refly menuturkan masyarakat patut mensyukuri pembentukan KPK pada era reformasi.

Sebab, lembaga tersebut dapat menembus kekuasan meskipun tidak seluruhnya.

Refly belum mendengar KPK menyelidiki dugaan korupsi di institusi militer.

Selain itu, Refly juga melihat sisi kultur di Indonesia masih bermasalah dalam menaati proses hukum.

Menurutnya, orang cenderung tidak taat hukum.

"Tidak hanya dilakukan masyarakat tapi juga pimpinan lembaga negara," kata Refly.

Refly menuturkan negara-negara demokrasi menghormati hukum.

Perdebatan politik biasanya terjadi sebelum putusan hukum.

Debat tersebut mereda bila ada putusan hukum terhadap satu kasus.

"Di kita tidak, bisa dua sebab, putusan dianggap tak adil atau kultur hukum kita tidak kuat, jadinya membangkan," kata Refly.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved