Korupsi KTP Elektronik
Jaksa KPU: Hak Miryam Menolak dan Mencabut BAP, Tapi Dia Menolak Hal yang Tidak Logis
aksi dari Anggota DPR RI Miryam S Haryani yang menangis dan mengingkari isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat persidangan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Saksi dari Anggota DPR RI Miryam S Haryani yang menangis dan mengingkari isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat persidangan dugaan perkara korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 bukanlah merupakan masalah besar bagi Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Miryam, anggota fraksi Hanura, mengatakan ingin mencabut isi BAP yang telah dia tandatangani karena saat memberikan keterangan berada dalam ancaman dan tekanan penyidik KPK.
Jaksa Irene Putrie mengatakan Miryam mengungkapkan hal-hal yang tidak logis.
"Hak-nya Bu Miryam untuk menolak, tapi sebenarnya ada hal-hal yang tidak logis yang dia tolak," kata Irene Putrie di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (23/3/2017).
Misalnya mengenai pengakuan ditekan penyidik KPK. Kata Irene, KPK sudah memiliki Standar Operastional Procedure (SOP) dalam pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan saat penyidikan.
Lagi pula, kata Irene lagi, setiap saksi diberikan kesempatan untuk membaca kembali hasil pemeriksaan sebelum ditandatangani.
Miryam pun melakukan hal serupa yang telah mengubah beberapa keterangannya saat di-BAP.
"Itu penyidik memberikan kesempatan apakah ada keterangan yang ingin diubah, ditambah atau dilengkapi. Pada pemeriksaan yang kedua, itu Bu Yani melengkapi ceritanya yang pertama dengan lebih lengkap dan detail," ungkap Irene.
Irene mengatakan tidak tahu sebab Miryam sampai menganis di pengadian dan meminta agar diperkenankan mencabut hasil BAP tersebut.
Sebelumnya, Miryam S Haryani berurai air mata saat memberikan kesaksiannya. Anggota DPR daerah pemilihan Jawa Barat VIII itu mengaku akhirnya menjawab sekenanya untuk menyenangkan penyidik yang memeriksa dia.
"Waktu saya duduk dia sudah mengatakan itu tahun 2010 mestinya saya ditangkap. Terus habis itu saya ditekan-tekan lagi," kata Miryam dalam tangisnya.
Dalam dakwaan, Miryam meminta uang kepada Irman sejumlah Rp 5 miliar untuk kepentingan operasional Komisi II DPR RI.
Irman kemudian memerintahkan Sugiharto untuk menyiapkan uang dan menyerahkannya kepada Miryam.
Sugiharto kemudian meminta uang Rp 5 miliar dari Direktur Utama PT Quadra Solution Anang S Sudihardjo dan memerintahkan langsung agar diserahkan kepada Miryam.
Dari total uang tersebut, Miryam membagi-bagikannya secara bertahap yakni pertama untuk pimpinan Komisi II yakni Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Teguh Juwarno, dan Taufik Effendi masing-masing 25 ribu Dollar Amerika Serikat.