Pejabat Dinas Bina Marga Akui Kembalikan THR dari Kepala BPJN IX Usai Diperiksa KPK
Para pejabat di Dinas Bina Marga mengembalikan uang THR Natal dan Tahun Baru 2016 yang mereka terima dari Amran HI Mustary.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pejabat di Dinas Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengembalikan uang Tunjangan Hari Raya (THR) Natal dan Tahun Baru 2016 yang mereka terima dari Amran HI Mustary saat menjabat sebagai Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
Pengembalian tersebut tentu saja setelah mereka diperiksa di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mengakui telah menerima uang dalam amplop dalam mata uang dollr setara Rp 30 juta.
Saksi pertama yang mengaku menerima uang tersebut adalah Hari Suko Setiono selaku Kasubdit Jalan Bebas Hambatan.
"Pada saat itu ada dua orang yang ke ruangan saya terus kemudian menyampaikan ke saya bahwa ada titipan (amplop) dari Maluku," kata Hari Suko Setiono menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum KPK di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (22/2/2017).
Hari mengaku menerima uang tersebut pada bulan Desember 2015. Dia pun mengakui telah menyetorkan uang tersebut ke rekening KPK pasca diperiksa sebagai saksi di KPK.
"Saat diperiksa penyidikan," ungkap Hari.
Lain lagi dengan pengakuan Subagyo. Dia mengaku tidak pernah menerima uang tapi telah menyetorkan uang ke rekening KPK.
Subagyo mengatakan dia menstransfer uang tersebut sebagai bentuk jaminan dan disuruh oleh penyidik KPK.
Akan tetapi, dia tetap menolak disebut telah menerima uang dari Amran.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Jaringan Jalan, Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR Achmad Gani Ghazaly Akman mengakui menerima uang tersebut.
Namun dia berkilah tidak mengetahui jumlah uang yang persis dia terima karena tidak pernah menghitungnya.
Baca: Sidang Gugatan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Masuki Babak Akhir
"Besarannya saya tidak yakin. Tapi sepertinya saya pernah terima karena ketika mau pulang beliau serahkan amplop dan saya mau pulang," kata dia.
Achmad Gani Ghazaky Akman mengatakan uang tersebut digunakan untuk keperluan sponsor dan operasional. Uang tersebut baru dia ambil jika memang ada keperluan.
Berhubung uang tersebut telah dibelanjakan, dia meminta keringanan untuk menyetornya dua kali ke KPK.
"Saya minta keringanan ke kepada KPK untuk dua kali transfer. Pertama 5.000 (dollar) kedua 2.000 (dollar)," ungkapnya.
Pengakuan yang sama juga diungkapkan Sugiartanto. Sugiartanto mengaku kedatangan tamu dan menyerahkan titipan dari Amran.
Sugiartanto baru mengetahui jumlah uang tersebut senilai Rp 30 juta setelah membukanya keesokan harinya.
"Jadi ketemu hanya beberapa detik terus sampaikan titipan kepala BPJN IX. Waktu itu diletakkan di meja karena saya ikuti rapat. Paginya baru saya buka. Isinya Rp 30 juta sudah saya setorkan ke KPK," kata dia.
Sementara staf teknik di Ditjen Bina Marga Singgih Karyawan mengaku hanya menerima Rp 10 juta. Dia tidak tahu mengapa jatah THR kepada dirinya lebih rendah dibandingkan teman-temannya yang lain.
Meski demikian tidak semua para kasudbit yang mengakui menerima. Sebagian dari mereka mengatakan tidak pernah menerima amplop dari Amran.
Uang tersebut berasal dari seorang PNS Kementerian PUPR bernama bernama Abdul Hamid yang diperintahkan Amran HI berjumlah Rp 750 juta.
Dari 25 Kasubdit, hanya tiga orang tidak berada di tempat dan dialihkan ke pejabat lainnya.
Uang tersebut diduga adalah permintaan dari Amran dari para pengusaha terkait pemilihan dirinya menjadi kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.
Amran HI Mustary, didakwa melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor dengan ancaman maksimal penjara seumur hidup.
Dalam dakwaan jaksa, ia dinyatakan terlibat kasus dugaan suap pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara dari perusahaan rekanan bersama sejumlah anggota Komisi V DPR.
Amran mengupayakan agar proyek tersebut dikerjakan oleh perusahaan para pengusaha atau disebut sebagai rekanan. (Eri Komar Sinaga)