Koalisi Pengawal Konstitusi SDA Laporkan PP Minerba ke Ombudsman
Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam (SDA), Senin (23/1/2016) siang mendatangi Ombudsman RI.
Penulis:
Apfia Tioconny Billy
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam (SDA), Senin (23/1/2016) siang mendatangi Ombudsman RI.
Koordinator dari Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi SDA, Ahmad Redi, mengatakan koalisi tersebut melaporkan adanya dugaan pelanggaran administrasi atau mal administrasi atas beberapa peraturan pemerintah (PP).
Pertama meliputi PP Nomor 1 tahun 2017 tentang revisi keempat Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010, tentang pelaksanaan kegiatan usaha mineral dan batubara.
Kemudian, peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri, serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Permurnian.
Ahmad Redi menilai, kelahiran PP dan Permen ESDM itu terlalu cepat.
Keduanya, juga bertentangan dengan UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang mengatur mengenai perencanaan, penyusunan, pembahasan, sampai penyebarluasan sebuah aturan pemerintah.
"Logikanya, dalam waktu seketika PP (Nomor 1/2017)-nya muncul, lalu Permen ESDM-nya juga muncul. Artinya, proses perencanaan, pembahasan dan lain sebagainya itu kan irasional. Semua prosesnya butuh waktu," kata Redi, Senin (23/1/2017).
Ia mengungkapkan, masyarakat tidak dilibatkan dalam membuat kedua peraturan pemerintah tersebut. "Padahal, sudah jelas di UU nomor 12/2011, bahwa dalam penyusunan program perundang-undangan, masyarakat berhak untuk mengusulkan materi muatan," ujarnya.
Redi menilai sangat aneh, jika PP dan Permen ESDM dibuat dalam waktu bersamaan. Poin-poin dalam permen ESDM pun terkait aturan pembolehan ekspor konsentrat.
"Logikanya, masa iya 'ibu' (PP No.1/2017) dan 'anak' (Permen ESDM Nomor 5 dan 6/2017) itu bisa lahir secara bersamaan, bahkan di malam yang sama. Maka, kami menduga ada kesalahan dalam proses penyusunan Permen ESDM, sehingga kemudian kami menganggap ada kesalahan administrasi," ujarnya.
Diketahui, PP Nomor 1/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara, merupakan revisi keempat dari PP Nomor 23/2010.
Dalam PP Nomor 1/2017, terdapat aturan turunan, yakni Permen ESDM Nomor 5/2017. Permen menyebut bahwa jika perusahaan tambang ingin mengekspor konsentrat, mereka harus mengubah perizinan dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus.
Kemudian, aturan turunan lainnya yakni Permen ESDM Nomor 6/2017, isinya memberikan jalan bagi pemerintah untuk memberikan pelonggaran (relaksasi) izin ekspor pertambangan mineral, baik untuk ekspor bahan mentah maupun konsentrat.
Serta pemberian perpanjangan ekspor konsentrat bagi PT Freeport Indonesia, beserta pemegang kontrak karya lainnya, melalui IUPK.