Senin, 29 September 2025

RUU Pemilu

Penghilangan Presidential Threshold Langkah Tidak Rasional

Dirinya menilai hal itu langkah yang tidak logis dengan sistem demokrasi yang ada di Indonesia.

Editor: Johnson Simanjuntak
Warta Kota/Alex Suban
ilustrasi.Inilah kursi untuk presiden dan presiden terpilih saat gladi kotor Sidang Paripurna MPR Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019 di Ruang Rapat Paripurna I, Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan. Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2014). Sidang MPR pelantikan presiden berlangsung pada Senin (20/10) pukul 10.00 WIB. (Warta Kota/alex suban) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ‎Anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Hamka mengritik upaya beberapa pihak untuk menghilangkan Presidential Threshold.

Dirinya menilai hal itu langkah yang tidak logis dengan sistem demokrasi yang ada di Indonesia.

Apalagi menurutnya, upaya penghilangan Presidential Threshold itu disangkutpautkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait dilaksanakannya Pemilu serentak Pileg dan Pilpres.

"‎Keinginan untuk menghilangkan PT menurut saya sesuatu yang kurang logis dan rasional. Kemudian diikuti dengan tafsir sesat yang didasarkan pada putusan MK dilaksanakannya Pemilu serentak Pileg dan Pilpres 2019," kata Rahmat saat dikonfirmasi, Sabtu (21/1/2017).

‎Politikus PDI Perjuangan itu menuturkan, kita harus melihat arah demokrasi yaang hendak dibangun dengan penguataan sistem Presidensial.

Dikatakannya, sistem Presidensial yang dijalankan saat ini merupakan pedoman dan pertimbangan dalam memutuskan sistem pemilu dan Parliament/Presidential Threshold.

"Penghilangan PT ini hal cukup ironis dan akan merusak arah demokrasi yang ingin kita bangun yaitu penguatan sistem Presidensial," ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan