KPK Bidik Tersangka Baru KTP Elektronik
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat, seminggu, dua minggu ini akan ada perkembangannya kok," kata Laode di gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/12).
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengatakan, kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau KTP elektronik (e-KTP) terus berkembang.
Sejauh ini, KPK telah memeriksa hampir 200 saksi dalam mengungkap keterlibatan berbagai pihak.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan pihaknya semakin intensif melakukan pemeriksaan untuk mengungkapkan keterlibatan pihak lain. Laode yakin dalam waktu dekat bakal ada perkembangan baru dalam kasus ini.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat, seminggu, dua minggu ini akan ada perkembangannya kok," kata Laode di gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/12).
Sejak beberapa waktu lalu, sejumlah anggota DPR dikonfirmasi oleh penyidik KPK seputar dugaan kerugian negara dalam pengadaan KTP elektronik.
Kerugian diakibatkan penyalahgunaan wewenang oleh sejumlah pejabat negara. Para anggota DPR tersebut ditanyakan seputar proses anggaran, perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan proyek.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yakni Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
Irman ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga melakukan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, penundaan penahanan Irman merupakan bagian dari strategi penyidikan.
"KPK masih melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap dua tersangka dan sampai saat ini sudah lebih sekitar 200 saksi yang kami periksa. Soal penahanan memang ada pertimbangan-pertimbangan untuk penahanan," kata Febri.
Ia menjelaskan, KPK menaruh perhatian besar pada kasus e-KTP karena jumlah kerugian negara yang ditimbulkan sangat besar, yakni mencapai Rp 2 triliun.
Oleh karena itu, KPK terus mengembangkan penyidikan dan menerapkan berbagai strategi untuk mengungkap semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi tersebut, termasuk dengan menunda penahanan Irman.
"Jika hasil dari proses penyidikan ini ditemukan informasi lain yang cukup kuat dan solid maka bisa saja dikembangkan pada ruang lingkup perkara ataupun pihak pihak lain yang diduga terlibat," urai dia.
Sebelumnya, Febri menyebut KPK menengarai banyak pihak terlibat dalam kasus yang menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 2 triliun itu.
"Indikasi kerugian negara memang signifikan. Inilah yang menjadi perhatian, apakah kerugian negara hanya disebabkan oleh dua orang saja," ujarnya.