Dewan Energi Nasional Nilai Unboundling Pengelolaan Listrik Sulitkan Masyarakat
apabila mekanisme unboundling diterapkan pada pengelolaan listrik justru akan menyulitkan masyarakat.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Energi Nasional Rinaldy Dalimi mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan kemarin.
Rinaldy Dalimi mengatakan, apabila mekanisme unboundling diterapkan pada pengelolaan listrik justru akan menyulitkan masyarakat.
"Nah waktu itu saya tidak sepakat itu karena memang akan mengakibatkan harga listrik di konsumen akan tinggi karena setiap bisnis entity itu akan dapatkan profit, lalu di ujung profit itu meningkat," ujar Rinaldy Dalimi dalam diskusi yang digelar oleh Smart FM di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (17/12/2016).
Yang dimaksud mekanisme unboundling menurut Rinaldy Dalimi adalah pemisahan jenis usaha antara di hulu atau di hilir pada pengelolaan listrik.
Rinaldy Dalimi mencontohkan mekanisme unboundling pada pengelolaan listrik pernah diterapkan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2004 tentang Ketenagalistrikan sebelum diubah.
"Nah Undang-Undang Nomor 20 Tahun itu memisah-misah. Tidak boleh ada satu perusahaan pun yang kuasai hulu sampai hilir. Jadi dia kalau mau di hulu saja, transmisi-transmisi saja, di hilir di hilir saja," ucap Rinaldy Dalimi.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang dimohon Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
"Menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis.
Putusan Mahkamah ini menegaskan bahwa praktik unbundling atau pemisahan kegiatan usaha dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum harus ditempuh di bawah prinsip "dikuasai oleh negara", sekalipun penyedia tenaga listrik adalah pihak swasta.
"Namun bukan berarti meniadakan peran atau keterlibatan pihak swasta nasional maupun asing, BUMD, swadaya masyarakat maupun koperasi," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna ketika membacakan pertimbangan hukum Mahkamah.
Mahkamah kemudian menyatakan Pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang rumusan dalam ketentuan a quo dimaknai hilangnya prinsip penguasaan oleh negara.