Selasa, 30 September 2025

Kasus Suap Impor Gula

Pengacara Irman Gusman Sebut KPK Semena-mena Ambil Alih Tugas Polri dan Tidak Sah

Kualifikasi tersebut menyangkut uang Rp 100 juta yang disita dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman memeluk istrinya, Liestyana sebelum menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/11/2016). Sidang perdana itu mengagendakan pembacaan dakwaan Irman Gusman terkait kasus dugaan suap distribusi kuota gula impor di Sumatea Barat. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tim penasihat hukum terdakwa mantan Ketua DPD RI Irman Gusman membacakan ekspesi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).

Dalam eksepsinya, pengacara Irman Gusman menilai KPK tidak memenuhi kualifikasi dalam menetapkan Irman Gusman sebagai tersangka kasus korupsi. Kualifikasi tersebut menyangkut uang Rp 100 juta yang disita dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut.

"Dengan tidak bermaksud mengurangi rasa hormat terhadap upaya yang dilakukan oleh penyelidik maupun penyidik dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menyelidiki, menyidik dan menuntut Perkara ini, akan tetapi menurut hemat kami, penyidikan dan dan penuntutan perkara ini tidak termasuk dalam kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Rozi Fahmi pengacara Irman di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Selasa (15/11/2016).

Menurutnya, penyelidikan, penyidikan dan penututan perkara Irman dengan dugaan sebagai penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

"Komisi Pemberantasan Korupsi telah melampaui kewenangan yang diberikan oleh undang-undang karena telah mengambil alih tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia secara semana-mena dan secara tidak sah," katanya.

Fahmi menjelaskan, KPK didirikan secara sengaja untuk melakukan pemberantasan korupsi, bukan untuk mengambil alih fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam mengakkan hukum.

"Bahwa seandainya benar – quod non- perkara Terdakwa dapat dikategorikan sebagai perkara korupsi, tetapi perkara seperti ini tidak menjadi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi, tetapi adalah kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebab dalam perkara ini tidak ada kualifikas mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat dan tidak ada kualifikasi adanya kerugian keuangan negara yang mencapai satu milyar Rupiah," kata Fahmi.

Dirinya menjelaskan, tanpa adanya kualifikas mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, selain itu juga berpotensi merugikan keuangan negara paling sedikit satu milyar Rupiah.

"Maka kalau ada perkara korupsi atau ada dugaan korupsi, kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tidak ada pada Komisi Pemberantasan Korupsi, tetapi ada pada penegak hukum lain, yaitu kepolisian atau kejaksaan," kata Fahmi.

Pihaknya membeberkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang telah memberikan jalan keluar, jika seandainya ada dugaan perkara korupsi dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelengara negara, tetapi tidak termasuk kewenangan lembaga antirasuah tersebut untuk menanganinya.

"Maka diberikan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan koordionasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 dan Pasal 8 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Fahmi.

Dengan melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Terdakwa yang tidak memenuhi kriteria kewenangan yang ditetapkan oleh Pasal 11 UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, tentang perkara korupsi yang dapat diselidiki, disidik dan dituntut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, maka KPK telah melampaui kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.

Pelampauan kewenangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, oleh Undang-Undang No, 30 Tahun 2014 dilarang secara tegas sebagaimana dimaksud oleh Pasal 17 ayat (2).

"Dengan argumentasi hukum yang kami kemukakan diatas menurut hemat kami, KPK secara absolut tidak berwenang menyelidik, menyidik dan menuntut perkara terdakwa," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved