Pancasila Harus Warnai Sendi Kehidupan Politik Ekonomi Sosial dan Budaya
Pancasila dapat menjadi fundamen perilaku kepemimpinan bagi siapa pun yang menjadi pemimpin di negeri ini
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pancasila merupakan filosofi dasar kehidupan berkebangsaan Indonesia, yang dalam konteks kepemimpinan organisasi seharusnya menjadi darah-biru yang mengalir normal pada setiap pemimpin di negeri ini.
"Darah Pancasila itulah yang seharusnya menjadi pemacu jantung kepemimpinan yang menyebarkannya kemudian ke sendi-sendi tubuh organisasi mana pun, khususnya di ‘organisme’ yang namanya Indonesia ini," kata budayawan dan pendiri CSIS, Harry Tjan Silalahi, Selasa (11/10/2016).
Ini disampaikan saat jadi pembicara kunci sarasehan nasional Kepemimpinan Nasional Menyegarkan Potensi Kebangsaan untuk Menghadapi Tantangan Masyarakat Global yang diadakan Universitas Prasetiya Mulya.
Dikatakannya, sebagai darah yang seharusnya terus mengalir menjamin nafas kehidupan bangsa, Pancasila seharusnya mewarnai segala sendi kehidupan politik-ekonomi-sosial-budaya di negara kita.
Harry meyakini di tengah hiruk-pikuk perpolitikan dan kehidupan sosial-kemasyarakatan kita saat ini, Pancasila dapat menjadi fundamen perilaku kepemimpinan bagi siapa pun yang menjadi pemimpin di negeri ini.
"Bicara membangun bersama bangsa ini bukan bicara bicara bangsa secara nasional tidak mempertimbangkan politik, etnis apalagi agama," katanya.
Dalam konteks kepemimpinan, jelas sikap manusiawi yang adil itu bukan filsafat perilaku kosong yang tak bernilai.
"Sebaliknya merupakan prinsip yang harus diterapkan dalam cakupan yang menyeluruh di sebuah organisasi yang berkelanjutan, bersikap adil sesuai peradaban yang baik pada sesama dalam sebuah organisasi," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Azyumardi Azra mengatakan, banyak pemimpin kita yang rajin beribadah, tapi korupsi juga.
Pemimpin ini percaya pada Tuhan YME, tapi kok mencuri, padahal kan malaikat yang mencatat perbuatan kita ada di kiri dan kanan,” jelas Prof Azyumardi Azra, CBE dalam paparannya yang berjudul “Kepemimpinan Nasional: Peningkatan Kapasitas Negara”.
Azyumardi mengatakan, idealnya pemimpin nasional itu memenuhi 9 kriteria, yaitu, Pancasilais, integritas, inspiring, demakratis, adil, problem solver, solidaity maker, tegas dan teguh, serta global outlook.
Yanuar Nughroho, Deputy Kepala Staf Kepresidenan RI Joko Widodo, menjelaskan, menjadi pemimpin negara harus siap dinilai berbagai pihak.
"Rapor pemerintahan dianggap berhasil atau tidak dikur dari lima aspek yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, kesenjangan, pengangguran dan kemsikinan," katanya.