Polemik Menteri Jokowi
Jokowi Kurang teliti soal Isu Kewarganegaraan Menteri ESDM
Kabar status kewarganegaraan ganda yang dimiliki Menteri ESDM Arcandra Tahar, hingga kini belum bisa dibuktikan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabar status kewarganegaraan ganda yang dimiliki Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar, hingga kini belum bisa dibuktikan.
Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, hal ini salah satu sebab kesalahaan Presiden Joko Widodo.
"Jokowi orangnya kurang teliti, dan tipe manusia ahistoris," kata Uchok lewat pesan singkat yang diterima, Minggu (13/8/2016).
Seharusnya, Jokowi sebelum mengangkat seseorang jadi menteri, meminta Badan Intelijen Negara (BIN) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meneliti atau menelusuri jejak rekam Menteri ESDM, Arcandra Tahar, yang sudah menjadi warga negara Amerika Serikat.
"Jadi, untuk menyelesaikan kekisruhan ini, lebih baik Arcandra Tahar untuk mengundurkan diri saja. Kalau Arcandra tidak mau mengundurkan diri, silakan Presiden Jokowi untuk mencopot dia sebagai menteri ESDM," kata Uchok.
"Dengan dicopotnya Arcandra oleh Jokowi, bisa menghapuskan dosa-dosa Jokowi yang sesukanya angkat orang jadi pejabat sesuai dengan seleranya," tambahnya.
Saat dilantik pada Rabu (27/7/2016), Arcandra diduga sudah memegang paspor AS setelah melalui proses naturalisasi pada Maret 2012 dengan mengucapkan sumpah setia kepada AS.
Karena Indonesia belum mengakui dwikewarganegaraan, secara hukum Arcandra dinilai sudah kehilangan status WNI-nya.
Bahkan, disebutkan, sebulan sebelum menjadi warga negara AS, Februari 2012, Arcandra mengurus paspor RI kepada Konsulat Jenderal RI di Houston, AS, dengan masa berlaku lima tahun.
Tercatat, sejak Maret 2012, Arcandra melakukan empat kunjungan ke Indonesia dengan menggunakan paspor AS.
Namun, saat Arcandra dilantik sebagai Menteri ESDM, dia menggunakan paspor RI yang secara hukum sudah tak sah dipakainya.
Terkait hal itu, Arcandara dinilai melanggar UU No 6/2011 tentang Keimigrasian, UU No 12/2006 tentang Kewarganegaraan, serta UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara karena dinilai melawan hukum dan membohongi Presiden dan rakyat Indonesia terkait status kewarganegaraannya.
Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyebutkan, warga negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan di antaranya memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain.