Pengamat: Presiden Bisa Gunakan Hak Prerogratif Berhentikan Pejabat Pencatut Namanya
Jangan sampai ini hanya isu yang dikembangkan guna mengulangi romantisme
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin mendorong dilakukan penyelidikan terkait pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memberikan dukung terhadap Setya Novanto.
Karena Irman tidak ingin isu ini sengaja dibangun di tengah pertarungan menuju kursi Golkar 1 untuk mengulangi romantisme kasus pencatutan nama Presiden "Papa minta saham."
"Jangan sampai ini hanya isu yang dikembangkan guna mengulangi romantisme kasus pencatutan sebelumnya," ujar Pendiri Sidin Constitution itu kepada Tribunnews.com, Selasa (10/5/2016).
Namun jikalau benar terjadi pencatutan, menurutnya, Presiden tidak usah seolah-olah marah.
Tapi dia mendorong Presiden menggunakan hak prerogatifnya guna memberhentikan pejabat setingkat menteri yang mencatut nama Presiden Joko Widodo, demi seorang Calon Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.
"Presiden bisa menggunakan hak prerogatifnya guna memberhentikan yang bersangkutan dari kursi kabinet kalau yang mencatut adalah pembantunya sendiri," katanya.
Akan tetapi, jikalau juga hanya mau memberikan teguran kepada yang bersangkutan maka di depan publik, dia ingatkan, Presiden bisa melakukannya.
"Karena jangan sampai presiden juga dicatut lagi. Ini, beliau marah," katanya.
Sebelumnya, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla membenarkan, bahwa ada pejabat setingkat menteri yang mencatut nama Presiden Joko Widodo, demi seorang Calon Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.
Kepada wartawan di kantor Badan Urusan Logistik (Bulog), Jakarta Selatan, Selasa (10/5/2016), Jusuf Kalla mengatkan bahwa tidak betul Presiden berpihak.
Presiden Jokowi tidak senang namanya dicatut untuk kepentingan politik.
"Marah malah dikatakan begitu, itu ingin saya tekankan, dan presiden minta itu disiarkan bahwa presiden sama sekali tidak berpihak," ujarnya.
Kata dia, tidak mungkin Presiden ikut menentukan Ketua Umum DPP Partai Golkar, karena Presiden bukanlah kader partai berlambang pohon beringin itu.
Presiden menurutnya juga menghindari intervensi, seperti yang kerap dilakukan pemerintah di era orde baru.
"Apalagi diberitakan mendukung seseorang yang dulu justru menciderai Presiden dan wakil presiden, mengatasnamakan, menjual nama presiden," ujarnya.