Sabtu, 4 Oktober 2025

Revisi UU KPK

Sejak Era SBY Revisi UU KPK Selalu Gagal

Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) niat untuk melakukan revisi UU KPK sudah dilakukan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

Editor: Gusti Sawabi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Koalisi masyarakat anti korupsi melakukan aksi teatrikal memakai kostum superhero dan membawa spanduk di area car free day, Kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (21/2/2016). Aksi yang bertajuk Superhero Tolak Revisi UU KPK tersebut guna menolak rencana DPR yang akan melakukan revisi UU KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Tribunnews.com, JAKARTA- Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) niat untuk melakukan revisi UU KPK sudah dilakukan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Yaitu, pada tahun 2010. Di era pemerintahan Jokowi, niat revisi kembali digulirkan namun kembali kandas meski tetap masuk dalam Prolegnas.

26 Oktober 2010
Komisi Hukum DPR mewacanakan revisi UU KPK.

24 Januari 2011
Wakil Ketua DPR ajukan usulan RUU KPK. Dalam surat bernomor PW01/0054/DPR-RI/1/2011 tanggal 24 Januari 2011 ditulis oleh Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dari Golkar kepada Ketua Komisi III DPR Benny K Harman.

25 Oktober 2011
Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Benny K. Harman menyatakan revisi UU KPK keharusan.

23 Februari 2012
Muncul Naskah Revisi UU KPK yang diduga berasal dari Badan Legislasi DPR RI. Kewenangan penuntutan hilang, penyadapan harus izin ketua Pengadilan, pembentukan dewan pengawas, kasus korupsi yang ditangani hanya di atas Rp 5 Miliar.

3 Juli 2012
Berdasarkan risalah rapat pleno Komisi III sebelum draf revisi UU KPK diajukan ke Baleg, tujuh fraksi di DPR menyetujui revisi UU KPK dan UU Tipikor. Ketujuh fraksi tersebut adalah Fraksi Partai Demokrat, Golkar, PAN, PKB, PPP, Gerindra, dan Hanura. Sementara PDI Perjuangan menolak revisi, dan PKS memilih tak bersikap. Rapat Pleno dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Golkar Aziz Syamsuddin.

27 September 2012
Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Gede Pasek Suardika menyatakan DPR tetap akan mempercepat pembahasan revisi UU KPK.

4 Oktober 2012
Rapat pleno Komisi III DPR RI menyetujui untuk melanjutkan naskah RUU tentang perubahan Undang-undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada proses berikutnya, yaitu pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi oleh Badan Legislasi DPR RI

8 Oktober 2012
Presiden SBY ketika itu menyatakan revisi UU KPK belum tepat

16 Oktober 2012
Panitia Kerja (Panja) Revisi UU KPK akhirnya menghentikan pembahasan revisi aturan tentang komisi antirasuah itu. Seluruh Fraksi Partai Politik DPR menolak Revisi UU KPK.

9 Februari 2015
Keluar Surat Keputusan DPR tentang Program Legislasi Nasional 2015-2019 dan Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2015. Surat dengan Nomor 06A/DPR/II/2014-2015 ditantadatangani oleh Ketua DPR Setya Novanto. Revisi UU KPK tercantum dalam nomor urut 63 dan diusulkan oleh DPR.

19 Juni 2015
Presiden Joko Widodo menyatakan membatalkan rencana pemerintah membahas Revisi UU KPK dalam Program Legislasi Nasional 2015.

23 Juni 2015
Sidang Paripurna, seluruh Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) sepakat memasukkan Revisi UU KPK dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015.

13 Oktober 2015
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya sepakat menunda pembahasan Revisi UU KPK. Kesepakatan ini tercapai setelah Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR bertemu dalam rapat Konsultasi di Istana Negara.

27 November 2015
Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyetujui Revisi UU KPK menjadi prioritas yang harus diselesaikan pada tahun 2015 ini.

12 Desember 2015
Presiden Jokowi menyatakan "Soal revisi Undang-Undang KPK, inisiatif revisi adalah dari DPR. Dulu juga saya sampaikan, tolong rakyat ditanya, semangat revisi Undang-Undang KPK itu untuk memperkuat, bukan untuk memperlemah"

14-16 Desember 2015
Materi Revisi UU KPK masuk dalam materi pertanyaan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon Pimpinan KPK periode 2015-2019. Uji kelayakan dilakukan oleh Komisi Hukum DPR.

15 Desember 2015
Rapat paripurna di DPR RI memutuskan untuk memasukkan UU KPK dan RUU Pengampunan Pajak (tax amnesty) dalam Prolegnas 2015. Keputusan dilakukan secara mendadak di hari-hari akhir masa sidang anggota DPR RI, yang akan reses pada 18 Desember 2015.

26 Januari 2016
DPR sepakat Revisi UU KPK masuk dalam prolegnas 2016. Hanya Fraksi Partai Gerindra yang menolak Revisi UU KPK.

1 Februari 2016
Revisi UU KPK mulai dibahas dalam rapat harmonisasi Badan Legislasi di DPR RI. Anggota Fraksi PDI-P Risa Mariska dan Ichsan Soelistyo hadir sebagai perwakilan pengusul revisi UU tersebut. 45 anggota DPR dari 6 fraksi yang menjadi pengusul Revisi UU KPK. Sebanyak 15 orang dari Fraksi PDI-P, 11 orang dari Fraksi Nasdem, 9 orang dari Fraksi Golkar, 5 orang dari Fraksi PPP, 3 orang dari Fraksi Hanura, dan 2 orang dari Fraksi PKB.

22 Februari 2016
Presiden Jokowi sepakat menunda membahas revisi UU KPK. "Kami bersepakat bersama pemerintah menunda membicarakan revisi UU KPK sekarang ini," ujar Ketua DPR Ade Komaruddin saat melakukan jumpa pers bersama dengan Presiden di Istana Negara. (tribun/sp/nic/icw/yat)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved