Sabtu, 4 Oktober 2025

Kontroversi Gafatar

Mendagri Mengaku Sulit Awasi Ormas Radikal

Tjahjo mengatakan setiap orang memiliki hak untuk membentuk kelompok atau organisasi.

Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI
SM dan Zn saat ditanyai Waka Polresta Pontianak Kota AKBP Veris S, saat diamankan usai tiba dari Surabaya menggunakan KM Bukit Raya di Pelabuhan Dwikora Pontianak, ke Polsek KP3L Pontianak, Jl Rahadi Osman, Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (16/1/2016) pukul 11.00 WIB. Keduanya diamankan petugas karena membawa sejumlah barang mencurigakan, serta ditemukannya barang terkait Gafatar. TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui adanya kesulitan mengawasi organisasi masyarakat beraliran radikal.

Hal itu dikatakan Tjahjo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/1/2016).

"Ya enggak bisa, sulit dong, bagaimana? Tetapi kita ada (program khusus) untuk meningkatkan koordinasi sampai tingkat desa dan kecamatan‎," kata Tjahjo.

Tjahjo mengatakan setiap orang memiliki hak untuk membentuk kelompok atau organisasi.

Kelompok atau organisasi itu kemudian mendaftarkan ke Pemerintah Daerah bila bersifat lokal.

Bila organisasi itu bersifat nasional maka mendaftarkan Kementerian Dalam Negeri.

Politikus PDIP itu mencontohkan ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Dimana sejak lama, terdapat pengajuan kegiatan di seluruh daerah yang bersifat ormas sosial.

"Tetapi organisasi, setelah kita mencermati, latar belakang, perkembangan, kami tolak. Gitu. Tapi di daerah berkembang karena izinnya, mengajukan izin bakti sosial," ungkapnya.

Tetapi, Tjahjo mengungkapkan dirinya memiliki koordinasi dengan kejaksaan serta pihak terkait.

"Kalau keterkaitan dengan ajaran-ajaran sesat atau membingungkan masyarakat,  kejaksaan punya hak. Makanya kayak Gafatar, tidak terdata di kemdagri pusat," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved