Seknas Jokowi: Tidak Jaga Aset Negara dengan Baik, Menteri Rini Soemarno Lebih Baik Mundur
Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN harus mempertanggungjawabkan tugasnya
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ditetapkannya R.J Lino, Dirut Pelindo II sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi hanyalah sebuah 'kotak pandora' carut marut bisnis pelabuhan perusahaan BUMN.
Apa yang dilakukan Pelindo II seperti yang disangkakan KPK menimbulkan potensi kerugian negara yang sangat besar.
Nilai kontrak berkurang dengan volume dua kali lebih besar.
Tahun 2015 nilai kontrak 215 juta dollar AS lebih kecil dari nilai kontrak 1999 sebesar 243 juta dollar dengan volume dulu 100, sekarang volume 200.
Karena itulah tidak hanya RJ Lino saja yang harus bertanggung jawab, Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN harus mempertanggungjawabkan tugasnya karena tidak mampu menjaga aset negara dengan baik.
"Rini Soemarno tidak menjaga aset negara dengan baik, sebaiknya mundur saja, jangan nunggu dipecat!" ujar Sekjen Seknas JOKOWI, Osmar Tanjung dalam pernyataannya, Sabtu(19/12/2015).
Rini kata Osmar juga memberikan 'green light' dalam konsesi JICT dengan Huthchison. Rini Soemarno melakukan pembiaran, tidak teliti dan tidak menjalankan fungsi pembinaan dengan baik.
"Rini Soemarno gagal membina BUMN dan hanya buat kegaduhan dan merugikan negara," kata Osmar.
Osmar juga meminta Rini Soemarno berlaku elegan, sebagai pembantu Presiden, jangan memberikan pekerjaan rumah yang banyak dan berat kepada Presiden Joko Widodo.
Lebih jauh Osmar menjelaskan soal kasus Pelindo II seperti mobil crane yang obsolete dan kanibal ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus di Pelindo II.
Diduga banyak lagi kasus-kasus di Pelindo II yang belum terungkap yang melanggar aturan seperti 'penerbitan Global Bond' yang menurut perkiraan utang Pelindo II tidak bakalan bisa dilunasi hingga 30 tahun mendatang.
"Belum lagi Pembangunan Kalibaru yang tahap I saja telat setahun dengan harga pembangunan dinaikkan dari Rp 7 triliun menjadi Rp 12,5 triliun. Tahap I telat setahun dan pembiayaannya membengkak,"kata Osmar.
Belum lagi katanya perpanjangan konsesi JICT dengan Hutchison.
"Menarik pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli pada rapat Pansus Pelindo II DPR RI pada tanggal 28 Oktober 2015 yang menyatakan bahwa perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) oleh Pelindo II kepada perusahaan asing yakni Hutchison Port Holding (HPH)sama saja dengan kasus Freeport," ujar Osmar.
Kesamaan dengan Freeport itu terkait upaya perpanjangan kontrak yang dilakukan padahal waktu kontrak baru akan habis pada 2019 mendatang.