Selasa, 30 September 2025

Nama Presiden dan Wapres Dicatut

MKD Sebut Tidak Bisa Luhut Minta Langsung Dipanggil

Terkait penyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan yang meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mema

Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Ferdinand Waskita/Tribunnews.com
Junimart Girsang 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terkait penyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan yang meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memanggil dirinya, lembaga peradilan etik DPR menyatakan pihaknya tidak bisa didesak.

Anggota MKD, Junimart Girsang menyebutkan terkait pemanggilan seseorang untuk hadir dalam persidangan etik harus melalui rapat internal terlebih dahulu.

"Kami punya aturan, tidak bisa seketika memanggil orang. Kami akan rapatkan, kalaupun harus kita panggil, kami akan tentukan kapan akan kita panggil," kata Junimart Girsang saat menyambangi Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Kamis (10/12/2015).

Namun, Junimart menegaskan MKD berencana melakukan rapat internal untuk membahas permintaan Luhut Panjaitan agar dihadirkan dalam sidang etik tersebut.

Sebelumnya diberitakan, Menkopolhulam Luhut Panjaitan meminta agar dirinya dihadirkan pada sidang dugaan pelanggaran etik yang tengah digelar MKD atas rekaman pembicaraan antara Ketua DPR Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin, dan Pengusaha Muhammad Riza Chalid.

Luhut turut menyatakan hendak melakukan klarifikasi atas pencatutan namanya dalam rekaman tersebut pada Jumat (11/12/2015) mendatang.

Diketahui, nama Luhut Binsar Panjaitan disebut sebanyak 66 kali di dalam rekaman tersebut.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).

Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin dari sebuah rekaman pembicaraan.

Dalam pertemuan tersebut Ketua DPR diduga meminta sejumlah saham guna memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya pengelolaan wilayah Tembagapura, Papua oleh perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.

Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan