Sabtu, 4 Oktober 2025

Kementerian ATR/BPN Dorong Revisi UU Tata Ruang

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menggulirkan revisi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com/Wahyu Aji
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Musyidan Baldan, mengikuti jalan santai memperingati Hari Agraria Nasional dan Tata Ruang 2015 di Jalan Sisingamaraja, Jakarta Selatan, Minggu (27/9/2015). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menggulirkan revisi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang.

Revisi tersebut dinilai penting sebagai dasar penguatan tata ruang secara nasional.

"Masalah terkait tata ruang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, aturan-aturan itu sebenarnya sangat ideal di masa itu. Namun kami memandang ada hal-hal yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu perlu adanya revisi terbatas dalam undang-undang tersebut," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan saat Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang, di Jakarta, Selasa (6/10/2015) kemarin.

Menurut Ferry, ada tiga poin penting yang akan masuk dalam revisi undang-undang tersebut. Poin pertama terkait waktu perubahan tata ruang, yang harus dipertahankan minimal dalam kurun waktu lima tahun, demi mencegah inkonsistensi tata ruang sehingga tidak cepat berubah.

Poin kedua terkait dengan sanksi bagi kepala daerah yang melakukan pelanggaran terhadap tata ruang. Pihaknya mewacanakan untuk mengambil kewenangan daerah mengelola tata ruang jika melakukan pelanggaran.

Menurut dia, sanksi pidana dan denda yang selama ini belum memberikan efek jera.

"Sekali melanggar, kewenangannya kita cabut satu tahun. Jadi kalau lima kali melakukan pelanggaran, selama dia menjabat tidak akan punya kewenangan terkait dengan tata ruang," katanya.

Sementara poin terakhir berkaitan dengan payung hukum tata ruang. Ferry menyebutkan, kedepan, rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) provinsi, kabupaten/kota harus sesegera mungkin disahkan melalui peraturan daerah (Perda). Dengan demikian, sambung dia, akan tercipta kepastian tata ruang.

"Ketika RTRW provinsi, kabupaten/kota secara substantif sudah selesai, maka harus segera disahkan melalui Perda, sehingga pasti. Kita akan berikan batasan waktu, enam bulan setelah ada substantif harus dituangkan dalam Perda,"katanya.

Ditempat yang sama, Ketua Komisi II DPR, Rambe Kamarulzaman menyatakan bahwa pihaknya menyambut baik upaya pemerintah untuk merevisi undang-undang penataan ruang. Dirinya berpendapat bahwa salah satu penyebab konflik tanah adalah inkonsistensi tata ruang, baik nasional maupun daerah.

"Tawaran pemerintah untuk melakukan revisi usulan pemerintah kami sambut baik. Komisi II akan ajukan ke Badan Legislasi," katanya.

Politikus Golkar itu menjelaskan, perda (RTRW) merupakan produk undang-undang yang berada paling bawah. Dengan demikian tidak boleh bertentangan dengan aturan diatasnya.

"Tidak boleh bertentangan dengan aturan diatasnya. Yang menjadi masalah siapa yang bisa membatalkan perda dan membuat perda itu siapa? Kalau yang membatalkan harus kementerian, maka akan repot karena tidak sinergis," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved