Selasa, 7 Oktober 2025

Peneliti Hukum: Putusan MK Bagian dari Kemunduran Penegakan Hukum

Kata Reza Syahwawi, ini terkait prinsip sama (equal) kedudukannya di hadapan hukum.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Selasa (22/9/2015) lalu, yang mengharuskan pemeriksaan anggota DPR, MPR, dan DPD seizin Presiden dinilai sebagai bagian dari kemunduran penegakan hukum.

Menurut Peneliti Hukum dan kebijakan Transparency International Indonesia (TII), Reza Syahwawi, ini terkait prinsip sama (equal) kedudukannya di hadapan hukum.

Pasal 27 UUD 1945 menjelaskan bahwa setiap warga negara kedudukannya sama di hadapan undang-undang (equality before the law).

"Putusan ini adalah bagian dari kemunduran kita dalam penegakan hukum, khususny terkait prinsip equal di hadapan hukum," jelas Reza kepada Tribunnews.com di Jakarta, Senin (28/9/2015).

Otomatis, menurutnya, akan ada prosedur hukum baru yang mesti ditempuh oleh penegak hukum--khususnya polisi dan jaksa.

"Dan sudah pasti memperlambat proses penegakan hukum," tegas dia.

Selain itu, kata dia, untuk menyiasati putusan MK ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu merumuskan sebuah aturan terkait izin pemeriksaan ini.

Tak lain, imbuhnya, agar prosedurnya dibuat khusus dan dibedakan dengan prosedur administrasi biasa.

"Sehingga izin tersebut tidak terlalu mengganggu atau memperlambat proses penegakan hukum," ujarnya.

"Dan bagi polisi dan jaksa tentu tidak menjadikan ini sebagai alasan untuk memperlambat proses hukum," dia menambahkan.

Terakhir, dia mengingatkan, bahwa izin pemeriksaan ini tidak berlaku bagi KPK.

Sebab KPK memiliki hukum acara khusus yang tidak memerlukan izin dari institusi manapun.

Sebelumnya dalam sidang yang berlangsung Selasa (22/9/2015) lalu, MK memutuskan bahwa permintaan keterangan kepada anggota Dewan yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat izin terlebih dahulu dari Presiden.

Jadi bukan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Putusan ini tidak hanya berlaku untuk anggota DPR, tapi juga berlaku untuk anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.

Sementara itu, untuk pemanggilan anggota DPRD Provinsi yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved