Sabtu, 4 Oktober 2025

Mendagri Bantah Rencana Lantik Harnojoyo Sebagai Wali Kota Palembang

"‎Belum ada rencana pelantikan dalam waktu dekat. Konsep SK-nya saja belum," tegas Mendagri.

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
Theresia Felisiani/Tribunnews.com
Tjahjo Kumolo 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo membantah pemberitaan yang menyebutkan pihaknya akan melantik Harnojoyo sebagai Wali Kota Palembang, dalam waktu dekat.

Saat ini, Wakil Wali Kota Palembang Harnojoyo masih berstatus Plt Wali Kota sebagaimana Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin.

"‎Belum ada rencana pelantikan dalam waktu dekat. Konsep SK-nya saja belum," tegas Mendagri Tjahjo Kumolo dikonfirmasi Tribun, Rabu (12/8/2015).

Bantahan Tjahjo Kumolo juga disampaikan terkait adanya sejumlah pendapat pakar hukum yang menilai langkah Mendagri tidak tepat bila melantik Harno sebagai Wali Kota Palembang.

Dijelaskan Tjahjo, sejauh ini pihaknya sudah berhati-hati dalam memutuskan sesuatu. Terlebih dalam masalah Palembang ini, di samping telah ada putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang memvonis bersalah Wali Kota Romi Herton karena menyuap (mantan) Ketua MK, Akil Mochtar, ada pula keputusan DPRD Palembang yang diperkuat MA mengabulkan uji pendapat pemberhentian Wali Kota Romi Herton dan wakilnya Harnojoyo.

‎"Wali Kota (Romi) memang sudah ada keputusan tetap pengadilan dan Plt Wali Kota mendapat keputusan DPRD dan diperkuat MA. Tentunya akan menjadi pertimbangan saya sebagai Mendagri," kata mantan Sekjen PDIP tersebut.

Karena itu, diungkapkan Tjahjo, tim hukum Kemendagri dan tim Otonomi Daerah Kemendagri, mengumpulkan berbagai pendapat ahli hukum atas keputusan politik serta hukum dari DPRD dan MA tersebut. Apalagi sesuai fakta Pengadilan Tipikor Jakarta, tidak terbukti ada keterlibatan Harno dalam membantu Romi melakukan penyuapan.

‎"Terkait dengan fakta hukum yang Plt Walkot Palembang tidak ada buktinya baik saksi KPK maupun persidangan. Namun Kemendagri tetap harus hati-hati dan cermat sebelum ambil keputusan," imbuh mantan anggota DPR tersebut.

Untuk diketahui, sebelumnya MA telah mengabulkan uji pendapat yang dimohonkan DPRD Kota Palembang terkait upaya pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota Palembang, Romi Herton-Harno Joyo.

"Mengadili, mengabulkan permohonan uji pendapat yang diajukan oleh DPRD Kota Palembang Nomor 172/987/DPRD/2014, tanggal 27 September 2014 tersebut," demikian bunyi putusan perkara Nomor 04 P/KHS/2014, sebagaimana dikutip dari laman mahkamahagung.go.id.

Majelis MA, menyatakan Keputusan DPRD Kota Palembang Nomor 06 Tahun 2014, tanggal 27 September 2014, tentang Pendapat DPRD Kota Palembang terhadap pelanggaran hukum dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan Romi Herton dalam proses Pemilukada Kota Palembang Tahun 2013 dan akibat hukumnya terhadap jabatan Walikota dan wakil walikota Palembang Periode 2013-2018, memiliki dasar hukum. Putusan itu diambil melalui rapat permusyawaratan Mahkamah Agung yang diketuai Imam Soebechi dengan anggota Supandi dan H. Yulius, pada hari Rabu, tanggal 3 Desember 2014.

Pertimbangan Mahkamah, jabatan Wali Kota dan wakil walikota Palembang diperoleh pasangan Romi Herton-Harnojoyo, melanggar Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. "Untuk menduduki jabatan tersebut, Walikota Romi Herton, juga diduga melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena Romi Herton, diduga telah melakukan penyuapan terhadap Ketua Panel Hakim Mahkamah Konstitusi," demikian salah satu petikan isi putusan tersebut.

Pertimbangan lainnya, dugaan pelanggaran pidana terjadi pada saat pasangan walikota dan wakil walikota belum menduduki jabatannya.

"Sehingga sulit diterima oleh akal sehat apabila wakil walikota terbebas dari kesalahan atas pelanggaran hukum yang terjadi, walaupun kesalahan itu bisa saja bersifat pelanggaran hukum administrasi ataupun melanggar ketentuan hukum pidana," kata Hakim Agung Imam Soebechi dalam amar putusannya.

Atas dasar pertimbangan tersebut, dapat disimpulkan dan ditentukan pendapat hukum bahwa usulan dan pendapat DPRD Kota Palembang sebagaimana terurai dalam diktum kesatu, kedua, dan ketiga Keputusan DPRD Kota Palembang Nomor 06 Tahun 2014 adalah berdasar hukum. Sedangkan diktum keempat keputusan tersebut merupakan persoalan yang bukan kewenangan Mahkamah Agung untuk memutus, karena ada institusi lain yang berwenang untuk itu.

Uji pendapat tersebut dilakukan MA terhadap Keputusan DPRD Kota Palembang Nomor 06 Tahun 2014. Dalam putusan MA Nomor 04 P/KHS/2014, DPRD Kota Palembang pada pokoknya mendalilkan sebagai berikut:
Pertama, Keputusan DPRD Kota Palembang itu awalnya bersumber dari aspirasi masyarakat yang mendesak agar DPRD Kota Palembang mengambil sikap terkait pelanggaran hukum dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Wali kota Palembang Romi Herton.

Romi dianggap melakukan suap kepada M. Akil Mochtar, yang saat itu sebagai Ketua Panel Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara sengketa PHPU Pemilukada Kota Palembang Tahun 2013 Nomor 42/PHPU.D/XII/2013.
Perbuatan tersebut dilakukan dalam rangka mengabulkan permohonan sengketa PHPU yang diajukan pemohon pasangan calon Romi Herton-Harno Joyo. Perbuatan ini disebut merupakan suatu konspirasi kejahatan (meeting in crime), sehingga pasangan tersebut dapat menduduki jabatan sebagai walikota dan wakil walikota Palembang periode 2013-2018.

Kedua, perbuatan tersebut telah terbukti berdasarkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 10/PID.SUS-TPK/2014/PN.JKT/PST, tanggal 30 Juni 2014 a.n. Terdakwa M. Akil Mochtar. Akil telah dipidana hukuman penjara seumur hidup, dan secara terang-benderang menjadi kian nyata dengan telah ditetapkannya Romi
Herton sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melalui Sprin Dik -28/01/06/2014 tanggal 10 Juni 2014, dan sekarang telah ditahan oleh KPK dalam rangka menjalani proses hukum.

Ketiga, dengan telah terbuktinya fakta hukum (suap-menyuap) dimaksud, menurut Surat Keputusan DPRD Kota Palembang tersebut, berarti jabatan walikota dan wakil walikota Palembang periode 2013-2018 yang dijabat Romi dan Harno Joyo, diperoleh karena adanya pelanggaran hukum dan peraturan perundang–undangan. Berupa pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta pelanggaran terhadap ketentuan mengenai asas kejujuran (fair play principle) dalam Pemilukada sebagaimana tercantum dalam Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta seluruh peraturan pelaksanaannya.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa peristiwa hukum (rechtsfeit) dari tindakan melanggar hukum tersebut terjadi dalam hubungan hukum (rechtsbetrekking) proses Pemilukada yang menganut sistem paket, berupa pasangan calon. Sehingga jabatan yang dipegang oleh Romi-Harnojoyo sebagai walikota dan wakil walikota mengandung cacat hukum (aspek legalitas) dan mengandung cacat moral (aspek legitimasi politik) dalam demokrasi.

Kondisi ini selanjutnya menimbulkan kontroversi dan ketidakpercayaan publik. Karena itu, terhadap keduanya perlu dipertimbangkan untuk diberikan sanksi hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Keempat, DPRD Kota Palembang berpendapat bahwa secara etika dan moral politik dan sesuai dengan asas penyelenggaraan pemerintahan maka jabatan walikota dan wakil walikota Palembang Periode 2013-2018 harus dikembalikan kepada yang berhak, yaitu pasangan terpilih Pilkada Kota Palembang Tahun 2013, Sarimuda-Nelly Rasdiana. Pasangan terpilih ini sesuai Keputusan KPU Kota Palembang Nomor 35/Kpts/KPU.Kota-006.435501/2013, tanggal 14 April 2013, yang tidak pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Hal ini sebagai jalan keluar dari kekosongan hukum dan peraturan perundang–undangan sesuai dengan asas kebenaran dan keadilan substansi.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved