Sabtu, 4 Oktober 2025

Pilkada Serentak

Komisi II Ngotot Minta KPU Cabut Surat Edaran Menyoal Definisi Petahana

Komisi II DPR RI menilai Surat Edaran KPU Nomor 302/VI/KPU/2015 berimplikasi negatif. Tiga orang petahana mundur agar keluarganya dapat ikut pilkada.

Editor: Y Gustaman
Kompas/Heru Sri Kumoro
Ketua KPU Husni Kamil Manik (kanan) menunjukkan undangan dari DPR kepada Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman saat rapat dengar pendapat di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (22/6/2015). Pada awal rapat, KPU mempertanyakan ketidaksesuasian agenda yang diterima KPU dengan yang diinginkan DPR untuk dibahas. DPR mempertanyakan temuan BPK atas dugaan kerugian negara sebesar Rp 334 miliar dalam hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pelaksanaan anggaran pada pemilu 2013 dan 2014. KPU merasa undangan untuk membahas Peraturan KPU tentang Pilkada. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat dengar pendapat Komisi II dan KPU di gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat (26/6/2015) menghasilkan putusan agar KPU mencabut Surat Edaran KPU Nomor 302/VI/KPU/2015 tentang defisini petahana.

Pimpinan Komisi II, Ahmad Riza Patria, mengatakan SE tersebut banyak membawa hal negatif. Contohnya, mundurnya tiga orang petahana agar bisa mensiasati pilkada sehingga keluarga mereka dapat maju sebagai kepala daerah.

"Ini seharusnya sudah harus dicabut karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Pilkada dan semangat mencegah politik dinasti terjadi," tegas politikus Partai Gerindra itu.

Komisi II juga meminta KPU dapat sesegera mungkin menindak lanjuti usulan tersebut dalam rapat internal KPU dan memaparkannya kembali pada rapat dengar pendapat selanjutnya.

Selain meminta mencabut SE KPU terutama ayat 1 poin 1 tentang defenisi petahana, Komisi II meminta revisi pasal 34 dan 36 ayat A UU Pilkada No 8 tahun 2015 yang memungkinkan garis keturunan petahana maju sebagai kepala daerah.

Dua hari lalu, Ketua KPU Husni Kamil Manik menegaskan, Surat Edaran Nomor 302/VI/KPU/2015 yang berisi penjabaran Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tidak bertentangan dengan undang-undang. Ia memastikan tak akan mencabut surat itu.

"Peraturannya harus ditukar dulu kalau mau dicabut. Definisi petahana itu harus dilakukan pendefinisian ulang," kata Husni, Rabu (24/6/2015).

KPU sejak awal telah meminta agar lingkup pengertian konflik kepentingan di dalam undang-undnag diperluas. Namun, setelah berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR, KPU akhirnya diminta agar membuat definisi petahana sesuai undang-undang.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved