Pemerintah Didesak Perjuangkan Nasib Cicih, TKI yang Terancam Hukuman Mati di UEA
Dalam upaya membebaskan dia karena dituduh membunuh anak majikannya yang masih bayi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah didesak berupaya maksimal membebaskan Tenaga Kerja Indonesa (TKI) asal Karawang, Jawa Barat, Cicih Binti Aing Tolib, yang terancam hukuman pancung di Uni Emirat Arab (UEA).
Desakan itu disampaikan keluarga Cicih, yang didampingi anggota DPR asal dapil Karawang, Saan Mustopa saat bertemu dengan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Nusron Wahid, di Kantor BNP2TKI, Jakarta, Rabu (6/5/2015).
Saan Mustopa selaku pendamping keluarga Cicih mengungkapkan, pemerintah wajib berupaya maksimal membebaskan Cicih karena dia hanyalah korban yang difitnah. Cicih, kata Saan, sejatinya tak pernah melakukan pembunuhan sebagaimana disangkakan.
Dalam upaya membebaskan karena dituduh membunuh anak majikannya yang masih bayi.
"Hari ini saya diminta keluarga Cicih untuk mendampingi keluarga untuk datang ke BNP2TKI, terkait dengan nasib yang menimpa Cicih di Abu Dhabi UEA. Cicih dituduh membunuh anak majikannya yang masih bayi," kata Saan.
Peristiwa itu terjadi, Saan menuturkan, ketika Cicih bersama rekannya sesama pembantu sedang mengalami selisih paham. Dia mengungkapkan, ada persaingan antara Cicih dengan rekannya tersebut yang berasal dari Filipina.
"Jadi di rumah majikannya ada 2 pembantu, satu dari Indonesia dan satu Filipina. Ada persaingan si pembantu dari Filipina, ketika itu anak majikannya jatuh dan meninggal," tutur dia.
Tak pelak, Cicih pun dilaporkan oleh majikannya dengan tuduhan telah membunuh anaknya. Saan melanjutkan, Cicih divonis hukuman mati karena dijebak dan dibohongi. Cicih diminta mengaku telah membunuh anak majikan dan jika mengaku maka akan segera dipulangkan ke Indonesia. Tetapi nyatanya hal itu hanyalah jebakan saja.
Dan dalam prosesnya, lanjut Saan, majikan Cicih enggan berdamai dengan uang diyat atau sejumlah uang yang dibayarkan kepada ahli waris terhadap tindakan pidana.
Saat ini, lanjut Saan, Cicih masih memperjuangkan kebebasannya dengan mengajukan banding ke pengadilan setempat.
"Cicih divonis hukuman pancung atau hukuman mati, karena majikannya menolak dibayar diyat. Tapi sekarang sedang melakukan tahapan banding kedua," ucap Saan.
Saan mengatakan, kasus yang menimpa Cicih diketahui 2013 silam, dan melaporkan kepada yayasan dirinya yang berada di Karawang bernama Saan Mustopa Center tahun 2014.
"Setelah mendapat laporan 2014, kami coba koordinasi dengan BNP2TKI dan Kementerian Luar Negeri. Maret 2014 sebelum Pileg, dari keluarga yaitu adiknya cicih bersama Kemenlu dan staf saya berangkat ke Abu dhabi ketemu langsung dengan cicih, Dubes dan pengacara untuk mengetahui perkembangan nasibnya," papar Saan.
Saan meyakini jika Cicih tidak membunuh anak majikannya seperti yang dituduhkan. "Cicih jujur mengaku sama sekali tidak membunuh, anak majikannya terjatuh. Saya yakin dia tidak bersalah," tandas Saan.
Pihak keluarga Cicih, Nuryanti berharap pemerintah dengan semaksimal mungkin bisa segera memulangkan Cicih.