Eks Penasihat KPK Bilang Koruptor Punya Hitungan Matematika
Kalkulasi tentang adanya remisi ia contohkan dengan besarnya korupsi yang dilakukan oleh koruptor.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menyebut remisi yang ditawarkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly kepada narapidana korupsi tidaklah tepat.
Bahkan, Abdullah menyebut koruptor telah menghitung secara matematis agar remisi didapatkan.
"KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) akan remisi dan orang berpikir akan adanya korupsi. Ini dampaknya luar biasa, koruptor sekarang itu telah menghitung secara matematika," ujar Abdullah setelah diskusi di Jakarta, Minggu (15/3/2015).
Kalkulasi tentang adanya remisi ia contohkan dengan besarnya korupsi yang dilakukan oleh koruptor.
Ia mencontohkan seorang pejabat negara yang melakukan tindak korupsi senilai Rp 1-2 milyar akan berfikir uangnya akan habis untuk membiyai para pengacara sebelum ia keluar dari tahanan.
"Kalau dia korupsi Rp 1 miliar dan Rp 2 miliar kemudian uangnya sudah habis. Sementara dia dipenjara itu 3-4 tahun baru ke luar. Tapi, orang korupsi Rp 40-50 miliar dan Rp 25 miliar pasti atas nama siapa-siapa dulu. Ia telah kalkulasi Rp 5 penyidik, Rp 5 miliar hakim dan Rp 5 miliar lainnya. Hukumannya juga segitu," kata Abdullah.
Ironisnya gaya dermawan dan sifat berpretasi sering dijadikan modus oleh para koruptor agar remisi didapatkan. Spekulasi inilah yang menjadi gaya koruptor sehingga berfikir besar kecilnya korupsi sama saja.
"Hukumannya juga segitu dan di dalam dia bisa dermawan. Dia bagi-bagi uang itu tercatat sebagai orang berprestasi dan bisa lakukan remisi terus, remisi terus dan terus. Oleh karena itu saya tak setuju remisi,"ungkap Abdullah.