Budi Gunawan Tersangka
Memenangkan Budi Gunawan, Ini Kesalahan Hakim Sarpin yang Sedang Diperkarakan
Sarpin dinilai terlalu jauh masuk ke substansi materi tindak pidana saat menangani perkara praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
TRIBUNNEWS.COM -Sarpin Rizaldi, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/2), dilaporkan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Sarpin dinilai terlalu jauh masuk ke substansi materi tindak pidana saat menangani perkara praperadilan yang dimohon oleh Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki berjanji akan memeriksa persoalan itu dengan cepat. Sebaliknya, Mahkamah Agung (MA) menyatakan, hakim tak bisa diperiksa karena memutus perkara atau diperiksa karena putusannya.
Seperti diketahui, Sarpin menyatakan penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK tidak sah.
Terkait putusan itu, salah satu pegiat Koalisi, Erwin Natosmal Oemar, menduga, Sarpin melanggar dua poin di dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, yaitu poin 8 terkait harus berdisiplin tinggi dan poin 10 terkait bertindak profesional.
Erwin menilai, Sarpin memeriksa substansi permasalahan yang bukan ranah praperadilan. ”Terlapor juga telah melakukan penafsiran hukum di luar kewajaran dan menurut akal sehat delik-delik hukum yang seharusnya diperiksa pada ranah yang bukan wewenang forum praperadilan,” katanya.
Suparman memperkirakan, pihaknya dapat menyelesaikan penyelidikan dalam waktu sekitar satu bulan. Saat ini, tim pemantau KY tengah menyiapkan data dan menyusun laporan terkait putusan maupun yang terjadi di luar proses persidangan.
Suparman mengingatkan, Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim mengatur bahwa hakim harus taat pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Apabila tidak taat, hakim yang bersangkutan bisa dikategorikan tidak profesional.
Terkait dengan dampak putusan Sarpin yang akan membuat pengadilan banjir perkara praperadilan, Suparman mengatakan, itu jadi kewenangan MA.
Namun, juru bicara MA, Suhadi, mengatakan, hakim di dalam memutus perkara dilindungi undang-undang. Hakim memiliki kebebasan dalam memutus. Hakim tak bisa dilaporkan melanggar kode etik untuk putusannya karena kalau putusan hakim salah, hal itu akan diperbaiki oleh pengadilan di atasnya.
Peninjauan kembali
Suhadi menuturkan, ada ketentuan di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2014 yang mengatur, pengajuan peninjauan kembali (PK) untuk perkara praperadilan dapat dilakukan jika ada indikasi penyelundupan hukum. ”Penyelundupan hukum itu misalnya karena dia memperoleh sesuatu, memaksakan, menabrak ketentuan hukum,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah putusan praperadilan yang dimohon Budi Gunawan termasuk penyelundupan hukum, Suhadi mengatakan tidak punya kapasitas untuk menilai hal itu.
Saat ditanya apakah SEMA No 4/2014 bisa dijadikan dasar pengajuan PK, Suhadi menjawab, hal itu sangat bergantung pada hakim yang akan menilainya. Namun, ia mengingatkan ada ketentuan di KUHAP yang mengatur tentang kasasi (Pasal 244) dan PK (Pasal 263). Kasasi juga diatur dalam Pasal 45 A UU Mahkamah Agung.
Pasal 244 KUHAP mengatur putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari MA, dapat diajukan kasasi. Sementara Pasal 45A UU MA mengatur praperadilan dikecualikan dari perkara yang dapat di kasasi. Pasal 263 mengatur PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. (ANA)