Minggu, 5 Oktober 2025

Wakil Jaksa Agung Raih Gelar Doktor Berpredikat Cum Laude

Wakil Jaksa Agung, Djaman Andhi Nirwanto meraih gelar doktor ilmu hukum pada Universitas Padjajaran, Bandung dengan predikat cumelaude.

DANY PERMANA
Jaksa Agung, Basrief Arief melantik Wakil Jaksa Agung, Andhi Nirwanto di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2013). Andhi Nirwanto sebelumnya menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus). (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Jaksa Agung, Djaman Andhi Nirwanto meraih gelar doktor ilmu hukum pada Universitas Padjajaran, Bandung dengan predikat cum laude.

Dari keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Pria kelahiran Kudus, 8 Januari 1956 itu berhasil mempertahankan disertasinya dengan judul Kedudukan dan Penerapan Asas Kekhususan Sistematis Pada Hukum Pidana Administrasi Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Indonesia.

Disertasi tersebut bisa jadi merupakan curahan hati atau kegalauan Andhi yang sudah hampir 35 tahun menjadi penegak hukum, jaksa atas penegakan hukum di Indonesia yang kurang tegas karena kegamangan penegak hukum dalam penerapan udang-undang yang sudah usang namun belum direvisi, KUHP.

KUHP dinilai sudah usang karena peninggalan Belanda dan di negara asalnya undang-undang itu telah beberapa kali direvisi seperti penghapusan sanksi pidana hukuman mati.

Penulisan disertasi itu dilatarbelakangi adanya kesenjangan antara teori dan praktek terkait penerapan asas kekhususan sistematis pada hukum pidana administrasi dalam penanganan perkara Tipikor di Indonesia.

Soal tidak jelasnya kedudukan dan parameter serta konsep asas kekhususan sistematis, dalam penanganan perkara Tipikor telah menimbulkan kesan terjadinya kriminalisasi dan karena tidak ada parameter yang jelas, pihak yang terkena kasus seolah-olah merasa sedang dikriminalisasi.

Menurutnya, pada tataran legislasi asas kekhususan sistematis yang termuat dalam undang-undang tidak saja menimbulkan persoalan dalam perumusannya tetapi juga adanya ketidaksamaan sikap dan pemikiran penegak hukum dalam praktik penanganan perkara Tipikor.

Hasil penelitiannya menunjukan bahwa asas kekhususan sistematis yang termuat dalam undang-undang belum dapat dioperasionalkan dalam praktik penanganan perkara korupsi di bidang administrasi negara, dan perbankkan, perpajakan, telekomunikasi.

Di samping itu asas kehususan sistematis pada hukum pidana administrasi belum memiliki kedudukan dan parameter serta konsep yang jelas sehingga menimbulkan permasalahan dalam penanganan perkara korupsi.

Andhi dengan menggunakan pisau analisis Teori Hukum Integratif menawarkan konsep asas kekhususan sistematis bersyarat yang disarankannya yakni pertama, perubahan ketentuan Pasal 14 UU No 31/1999 tentang Tipikor yang dirumuskan secara konkrit dan operasinal dengan menambahkan syarat-syarat sebagai parameter (a) apabila menimbulkan kerugian sangat besar, (b) dilakukan berulang kali, dan atau (c) kerugian tidak dapat dipulihkan.

Sarannya yang kedua, dalam rangka RUU KUHP, asas kekhususan sistematis sebagaimana termuat dalam Pasal 63 ayat (1), (2) KUHP perlu ditambahkan ayat (3) disertai syarat-syarat sebagai parameter adanya kecurangan, pemalsuan, manipulasi, penyembunyian kenyataan, penipuan, penyesatan, akal-akalan atau rekayasa dan/atau melibatkan korporasi.

Kemudian sarannya yang ketiga, membentuk undang-undang tentang ketentuan umum hukum pidana administrasi, yang meliputi tiga aspek, (a) materiil,n (b) formil dan (c) pelaksanaan pidana di bidang administrasi.

Keberanian Andhi sebagai penegak hukum untuk mengakui kekurangan penegakan hukum di Indonesia sebagai latar belakang penelitiannya tersebut mendapatkan apresiasi dari Ketua Tim Promotor, Prof Dr Romli Atmasasmita SH, LLM.

"Saudara provendus, pertama-tama saya ingin menyampaikan apresiasi saya untuk saudara, karena semula saya ragu apakah saudara bisa mengikuti program ini secara teoritik. Karena dalam praktek memang apa yang saudara sampaikan dan terus terang Pasal 14, asas kekhususan sistematis tidak pernah dijalankan. Itulah suatu pengakuan yang jujur bagi saya. Sebagai kandidat calon Doktor yang berupaya menemukan kebenaran di dalam keilmuan Saya apresiasi yang satu itu," ujar Romli seperti tertuang dalam keterangan pers, Rabu (28/1/2015).

Romli juga mengapresiasi keberanian Andhi yang melawan arus dengan melakukan pendekatan analisis ekonomi tentang hukum pidana. Di mana, saat ini yang populer adalah menghukum lebih baik daripada mengembalikan kerugian negara.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved