Pendidikan
Prihatin! Kampus-kampus Leluasa Buka Program Studi Baru, Fasilitas dan Kualitas Dosen Diabaikan
Total, ada 139 prodi di universitas itu dengan 72.000 mahasiswa. Sebanyak 28 prodi belum mengantongi akreditasi karena masih dalam proses.
Pada 2010, setidaknya ada sepuluh prodi D-3 yang kurang peminat, kemudian dibubarkan, seperti D-3 Pertanian, Perikanan, dan Usaha Perjalanan Wisata. Rektor Unpad Ganjar Kurnia mengatakan, tidak setuju dengan penggunaan D-3 sebagai ekstensi bagi para mahasiswa yang tidak lulus seleksi S-1. ”Diploma 3 itu program terminal yang bertujuan agar lulusan terampil bekerja. Jadi, kami bubarkan,” kata Ganjar.
Universitas Gadjah Mada kini selektif membuka prodi dan berkonsentrasi pada peningkatan kualitas. Wakil Rektor Bidang Akademik Iwan Dwiprahasto mengatakan, UGM pernah terpaksa menutup satu prodi, yakni D-3 Ilmu Hukum, karena mendapat akreditasi C. Sementara itu, program S-2 Kesehatan Kerja yang terakreditasi C digabung dengan S-2 Kesehatan Masyarakat yang berakreditasi A.
Kepentingan pasar
Pakar pendidikan HAR Tilaar mengatakan, pembukaan perguruan tinggi dan program studi di Indonesia lebih berorientasi kepentingan ekonomi. Tak jelas arahnya dalam mendukung kebijakan dan pembangunan. Tak heran jika perguruan tinggi negeri dan swasta bersaing tidak sehat dan saling mematikan.
Direktur Kelembagaan dan Kerja Sama, Ditjen Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Hermawan Kresno Dipojono menyatakan, pendirian program studi sebetulnya diperketat. Untuk S-1, misalnya minimal memiliki 6 dosen tetap dan pendidikan dosen minimal S-2. Selain itu, harus ada bukti anggaran minimal Rp 3,5 miliar. Penjaminan mutu internal oleh perguruan tinggi maupun eksternal lewat akreditasi BAN-PT juga harus dipenuhi.
Menurut dia, banyak pengguna yang sudah sadar pentingnya akreditasi. Lulusan perguruan tinggi terakreditasi C mulai tidak dilirik pasar sehingga terbatas peluang lulusannya mendapatkan pekerjaan.
(DIA/DNE/ELN/LUK/CHE/HRS/ABK/DEN/PRA/SEM)