Hari Antikorupsi Masih Sisakan Catatan Kelam Indonesia
Hari Antikorupsi Internasional yang jatuh pada 9 Desember 2014, masih menyisakan catatan kelam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari Antikorupsi Internasional yang jatuh pada 9 Desember 2014, masih menyisakan catatan kelam bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.
Berdasarkan investigasi sejumlah LSM, seperti ICW, Walhi Sumsel, Jatam Kaltim, HaKa (Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh), Ammalta Sulut, dan Malang Corruption Watch, ternyata pemerintah maupun penegak hukum belum serius melakukan perlawanan terhadap mafia sumber daya alam.
Sebab, dari temuannya para LSM tersebut, ternyata skandal korupsi sektor SDA di 6 daerah seperti Aceh, Sumsel, Kaltim, NTT, Sulut dan Jatim, telah merugikan negara sampai Rp 201.82 Triliun.
Rinciannya yakni skandal pengusahaan tanaman teh di kawasan hutan lindung Bukit Dingin, Kota Pagar Alam, Sumsel merugikan negara sampai Rp 36, Miliar dan pengusahaan sawit kasawan Suaka Marga Satwa Dangku, Musi Banyuasin, sampai Rp 118,38 Miliar.
Demikian disampaikan Hadi Jatmiko Direktur Walhi Sumsel, saat menggelar jumpa pers di Bumbu Desa, Jakarta Pusat, Kamis (11/12/2014).
Lalu ada pula skandal korupsi penambangan batubara di kawasan hutan produksi, Berau, Kaltim, yang temah merugikan negara sampai Rp 241,04 miliar. Menurut Rully Darmadi bahwa aksi ini salah satunya dilakukan oleh perusahaan PT Kaltim Jaya Bara.
"Temuan kami perusahaan tersebut tidak memiliki ijin pinjam pakai, tapi mereka bisa sampai mengeksploitasi di daerah itu," ujarnya.
Kota 'Serambi Mekkah Indonesia' pun tak luput dari korupsi. Menurut Bagus dari HaKa, dugaan korupsi dari pengusahaan sawit di kawasan Ekosistem Lauser, telah merugikan keuangan negara hingga Rp 58,7 miliar.
Yang paling besar yakni di Bangka. Diungkapkan Peneliti ICW, Tama S Langkun, berdasarkan temuan pihaknya, negara diduga telah dirugikan sebesar Rp 200,75 Triliun, akibat penguasahaan tambang biji besi oleh sejumlah perusahaan. Parahnya lagi, ungkap Tama, skandal ini ternyata dilegalkan oleh seorang menteri di zaman Presiden SBY.
"Nanti kami ungkapkan semuanya setelah kami melaporkan ke KPK. Siapa orang-orangnya di balik ini semua," ujar Tama.
Sementara NTT dan Jatim yang terkenal dengan pariwisata alamnya, juga terus digerogoti mafia SDA. Bahkan berdasarkan temuan Ammalta dan Malang Corruption Watch, negara telah dirugikan Rp 11,14 miliar atas penguasaan tambang mangan di Manggarai, dan Rp 600 miliar karena penguasahaan pasir besi di kabupaten Malang.
"Di Malang ini yang kurang terekpose, padahal berdasarkan temuan kami, anak bupati setempat saja mendapatkan ijin ekpoitasi di hutan lindung," kata Akmal Bagus dari Malang Corruption Watch.
Dijelaskan Tama, dari semua temuai itu, terdapat enam pola modus korupsinya. Di antaranya dengan merambah hutan secara ilegal maupun legal. Misalnya, seperti melakukan penegangan di wilayah konservasi.
Kemudian dengan cara mensiasatu atau menipulasi perizinan, tidak membayar dana reklamas, menggunakan broker untuk mengurus izin ke penyelenggara negara dan menggunakan proteksi 'back up' oknum penegak hukum.
"Yang terakhir modusnya itu dengan cara memanfaatkan posisinya sebagai peneyelenggara negara untuk perusahaan pribadinya," kata Tama.