RUU Pilkada
Mahfud Berharap Polemik RUU Pilkada Dapat Segera Diselesaikan
Ia mengatakan PKS percaya bahwa pemilihan langsung Bupati dan Wali Kota yang sudah dilaksanakan sejak 2005 lalu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Wakil Sekjen Dewan Pingurus Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus Ketua Komisi I DPR RI, Mahfud Sidiq berharap polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dapat diselesaikan melalui musryawarah mufakat sebelum diputuskan pada 25 September ini.
"Kalau tidak tercapai (kata mufakat), toh tata tertib (juga) mengatur voting," kata Mahfud di gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2014).
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa PKS beserta partai yang mendukung Koalisi Merah Putih (KMP) seperti Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Golkar dan Partai Demokrat, masih kompak mendukung pemilihan Wali Kota dan Bupati oleh DPRD, sebagaimana diatur dalam RUU tersebut.
Suara KMP di parlemen jauh lebih banyak dibandingkan koalisi pendukung Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK), sehingga dapat dipastikan kandidat yang didukung KMP, dapat memenangkan pilkada dengan mudah. Partai-partai pendukung Jokowi - JK pun menolak RUU tersebut.
Ia mengatakan PKS percaya bahwa pemilihan langsung Bupati dan Wali Kota yang sudah dilaksanakan sejak 2005 lalu, terbukti menimbulkan sejumlah permasalahan. Pemilihan tidak langsung itu menurutnya memaksa sang kandidat untuk merogoh kocek lebih dalam karena biayanya mahal, dan membuka celah untuk praktik-praktik politik transaksional atau politik uang.
Sang kandidat setelah menang menurutnya akan melakukan apapun untuk mengembalikan modalnya, bahkan dengan melakukan korupsi sekalipun.
Mahfud menyebutkan bahwa dalam Undang-Undang Dasar, pemilihan kepala daerah diatur melalui cara-cara demokratis, sedangkan pemilihan presiden (pilpres) dengan jelas diatur dilakukan secara langsung.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa rakyat tidak peduli apakah pemilihan Wali Kota dan Bupati dilakukan secara langsung atau dengan keterwakilan. Ia percaya rakyat lebih peduli dengan kemampuan orang-oraNg yang akan memimpinnya.
"Yang dibutuhkan masyarkat bukan mekanisme kepala darah dipilih langsung atau tidak, tapi sejauh mana kepala daerah mampu menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan di daerah," tandasnya.