Kamis, 2 Oktober 2025

Sidang Akil Mochtar

Pengamat: Akil Mochtar Memenuhi Syarat Dihukum Mati

Majelis Tipikor memvonis hukuman maksimal yakni penjara seumur hidup kepada bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Rachmat Hidayat
Warta Kota/Henry Lopulalan
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar menjalani sidang dengan agenda putusan terkait kasus dugaan suap dalam penanganan sengketa Pilkada di MK, di Pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (30/6/2014). Akil divonis hukuman penjara seumur hidup sesuai dengan tuntutan jaksa. Warta Kota/Henry Lopulalan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis hukuman maksimal yakni penjara seumur hidup kepada bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

Menurut Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun, Akil sebenarnya memenuhi syarat divonis mati.

"Saya kira Pak Akil memenuhi segala syarat untuk dihukum maksimal. Alasan hukuman maksimal hukuman mati misalnya maka sesungguhnya itu pun memenuhi syarat," ujar Refly kepada Tribunnews, Jakarta, Selasa (1/7/2014).

Namun, hukuman vonis mati diberikan dengan pertimbangan kondisi. Salah satunya adalah dalam krisis ekonomi dan lain-lain yang melanda suatu negara.

Setidaknya ada beberapa faktor yang menurut Refly Akil layak dijatuhi vonis maksimal. Pertama, Akil adalah petinggi hukum. Sebagai ketua MK, Akil seharusnya memberikan contoh pelaksanaan hukum.

Kedua, perbuatan Akil meruntuhkan kepercayaan publik terhadap institusi hukum. Ketiga, Akil merugikan keuangan negara.

"Siapa bilang dia tidak merugikan keuangan negara? Dengan adanya putusan yang bisa diputar balik sama dia, maka sesungguhnya dia telah banyak merugikan keuangan negara. Karena Pilkada sesungguhnya tidak ternilai kerugian negara," tegasnya.

 "Tidak hanya dari segi biaya tapi segi pembangunan demokrasi kita. Yang menang menjadi kalah yang kalah jadi menang," Refly menegaskan lagi.

Refly mencontohkan Pilkada Palembang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Wali Kota Palembang Romi Herton sebagai tersangka, dan istrinya, dalam kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Palembang di Mahkamah Kosntitusi (MK).

Lagi pula, kata Refly, Akil tidak menampakkan sikap menyesal selama persidangan di pengadilan Tipikor.

"Jadi hukuman bagi penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi apalagi dia institusi hukum tertinggi, itu harus jauh lebih berat dibandingkan dengan orang biasa yang melakukan tindakan sama," kata Refly.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved