Dosen Ini Jadi Pemulung Demi Rangkai Alat Peraga Pendidikan
Sudah empat tahun, Drs Winarto MPd mengumpulkan barang bekas dari sekeliling rumahnya.

Laporan Wartawan Surya Adrianus Adhi
TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Sudah empat tahun, Drs Winarto MPd mengumpulkan barang bekas dari sekeliling rumahnya. Benda-benda itu bukan untuk dijual, tetapi untuk kembali diolah menjadi alat peraga pendidikan.
Winarto, adalah Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Malang. Dia juga adalah ahli alat peraga pendidikan di Indonesia.
Karena sudah menyandang ahli, maka tidak heran jika ia mahir dalam membuat seluruh alat peraga pendidikan.
Selama empat tahun berkecimpung di dunia tersebut, Winarto sudah membuat 100 alat peraga pendidikan dari barang bekas.
Misalnya, planetorium yang terbuat dari kardus bekas yang diberi lampu kecil di dalamnya, lalu di bagian tepinya diberi lubang untuk mengintip pergerakan bulan mulai dari purnama hingga gerhana.
Kemudian, ada pula alat peraga untuk menunjukan proses kerja dinamo. Alatnya juga sederhana karena hanya membutuhkan kawat, baterai, streofoam bekas, dan magnet dalam speaker yang sudah dibuang pemiliknya.
Seluruh benda ini dirangkai menjadi satu, lalu setelah diberi gulungan kawat yang bulat, maka jadilah dinamo tersebut.
"Cukup mudah dan sederhana, bahan-bahannya bisa diambil dari sekitar. Tapi ini butuh kepekaan dalam membuatnya, supaya anak-anak mudah paham," kata bapak dua anak ini saat ditemui Surya Online, Rabu (5/4/2014).
Alat peraga pendidikan buatannya ini, lanjutnya, tidak hanya untuk mata pelajaran IPA. Untuk ia juga membuat untuk pelajaran IPS.
Contohnya, Globe Buta, yang dibuat dari kayu dan stereofoam bekas. Globe tersebut hanya berupa gambar-gambar pulau.
Tampil polos tanpa ada nama negara, atau pulau disana. Globe semacam ini, menurut Winarto, diperlukan untuk membantu daya ingat anak soal pengetahuan nama pulau dan negara.
Pria yang pernah mengajar di Saudi Arabia antara 1980 - 1987 ini menjelaskan, ide membuat alat seperti itu berawal di tahun 1995 ketika ia mulai berkarir di media pembelajaran di Universitas Negeri Malang.
"Awalnya saya harus membuat gambar komputer dua dimensi, tapi itu sulit dilakukan kalau saya tidak membuat alat sebenarnya. Karena itu saya membuat benda-benda ini," tuturnya.
Ia juga merasa perlu membangun bengkel khusus di rumahnya, di Jalan Bendungan Sigura-Gura 32 Malang, untuk menampung seluruh keperluannya ini. Bengkel yang bernama Griya Media, menjadi tempatnya bereksperimen membuat alat peraga.