Selasa, 30 September 2025

Kronologis Terdamparnya Lima Orang Suku Asmat

Joseph Renwuarin (35), satu dari lima orang Suku Asmat yang terdampar demi mengikuti pameran foto di Jalan Jaksa akhirnya bercerita

Editor: Sanusi
Tribunnews.com/Nurmulia Rekso Purnomo
Suku Asmat yang sempat terdampat sebelum mengikuti pameran foto di jalan Jaksa, Jakarta 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Joseph Renwuarin (35), satu dari lima orang Suku Asmat yang terdampar demi mengikuti pameran foto di Jalan Jaksa akhirnya bercerita kronologinya diterjang ombak.

Joseph saat ditemui TRIBUNnews.com, Selasa (27/8), menceritakan untuk menuju Jakarta mereka pertama harus mencapai bandara di Kota Timika, kota yang mempunyai penerbangan langsung ke Jakarta.

Menuju Timika, ada beberapa solusi, yakni menumpangi kapal feri yang jadwalnya dua kali seminggu atau menumpangi pesawat perintis. Namun Jumat (23/8) lalu, tidak ada kapal feri yang berlabuh, dan semua penerbangan telah penuh dipesan.

Mau tidak mau mereka menumpangi speedboat berkekuatan mesin 85 PK milik emerintah Kabupaten Asmat.

"Kalau waktu normal dari Agats sampai Timika itu sekitar empat jam perjalanan. Tapi kemarin itu lagi musim ombak tinggi," kata dia.

Hari itu, Joseph bersama Elgo, Erik dan dua orang operator speedboat menumpangi satu perahu. Sementara Marini, Ifo, Kabag Humas Kantor Bupati Asmat, Benny Rohlus bersama dua orang operator menumpangi perahu yang lain. Mereka bertolak dari pelabuhan feri di Agats sekitar pukul 13.00 WIT. Kata Joseph saat itu ombak sudah tinggi.

Perahu tersebut berjalan beriringan berlayar bermanuver, zig-zag melalui hantaman ombak, namun saat memasuki muara sungai yang terletak tak jauh dari kampung Omor di kabupaten Asmat, mesain perahu yang ditumpangi Marini dan teman-temannya mengalami masalah.

Ternyata salah satu busi mesin speedboat mati, dan harus diganti. Perahu yang ditumpangi Joseph pun meninggalkan perahu tersebut terus melaju menyisiri pesisir menuju arah Barat, sementara perahu yang ditumpangi Marini dan teman-temannya masuk ke sungai dengan pertimbangan mesin speedboat tidak sanggup melawan ombak.

Joseph dan teman-teman satu perahunya terus melaju hingga mereka tiba di muara sungai di daerah Oktawa sekitar pukul 17.00 WIT. Ia menduga Marini dan teman-teman lainnya akan masuk ke hulu sungai hingga menuju kawasan Oktawa. Tapi sesampainya di Oktawa mereka tidak menemukan siapa-siapa. Mereka pun memutuskan melanjutkan perjalanan.

"Tapi baru berjalan sekitar tiga ratus meter tiba-tiba mesin kami mati, ternyata piston tengah mesin kami bocor, jadinya speedboat itu berjalan pelan-pelan," ujarnya.

Belum jauh mereka melaju, tiba-tiba dari belakang muncul perahu yang ditumpangi Marini melaju kecepatan normal. Untuk mengurangi beban perahu yang ditumpangi Joseph, Erik pun dipindahkan ke perahu yang ditumpangi Marini.

"Setelah itu kami berpisah, perahu kami berjalan lambat sekali, lebih lambat dari orang jalan kaki. Lalu perahu yang ditumpangi Erik melaju kencang meninggalkan kami biar mereka sampai duluan," tutur Joseph.

Selamat Berkat Kapal Nelayan

Dalam keadaan mesin perahu tidak maksimum karena rusak, Joseph dan kawan-kawan sengaja mencari jalur yang masuk ke arah hulu Sungai untuk menghindari hantaman ombak laut bebas.

Sementara perahu Erik dan Marini terus menyisir garis pantai menuju Timika.

"Rupanya operator (nakhoda speedboat, Red) tidak hapal cabang sungai, akibatnya salah jalan. Dia juga ngantuk, lalu dia bangunkan temannya (operator perahu). Setelah sadar kami tersasar jauh akhirnya, kami merapat saja ke pinggir, " kata Joseph kepada TRIBUNnews.com di Jakarta, Selasa (27/8).

Seharusnya perjalanan mereka menuju pesisir pantai. Kata Joseph di pinggiran sungai yang dekat dengan pesisir pepohonannya kecil-kecil. Namun di tempat mereka merapat itu pepohonannya besar-besar, dari situ bisa disimpulkan mereka sudah tersasar terlalu jauh. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 WIT, Sabtu (24/8) dini hari, mereka lalu memutuskan bermalam di atas perahu.

"Seharusnya perjalanan dari Agats ke Timika itu sekitar empat jam, kami tidak ada persiapan, jadi kami tidak ada makanan dan minuman, akhirnya kita makan daun Nipah saja," jelas Joseph.

Sabtu pagi, sekitar pukul 06.00 WIB, mereka melanjutkan perjalanan. Mereka melaju ke arah hulu sungai dengan harapan beretemu sungai yang lebih besar ke arah laut. Akan tetapi lagi-lagi mereka tersasar, hingga pukul 11.00 WIT, menjelang siang, mereka hanya menyusuri sungai tanpa tahu posisi mereka di mana.

Saat tersasar itulah, Joseph berinisiatif mengambil potongan kayu besi, untuk menambal piston yang bocor. Saat potongan kayu itu ditambalkan di piston ternyata potongan kayu itu malahan terjatuh ke rotor dan menguncinya sehingga mesin sama sekali tidak bisa dihidupkan.

Terpaksa perahu harus didayung. Salah seorang operator speedboat yang mendapatkan tugas mendayung perahu, dan hingga pukul 14.00 WIT, sang pendayung itu kelelahan.

"Setelah itu kami menepi, kami paksa angkat kayu besi di mesin. Awalnya kami paksa menyalakan mesin, akhirnya kayu itu hancur dan mesin menyala kembali. Saya langsung ambil alih kemudi perahu," kata Joseph.

Setelah berjam-jam menyusuri sungai ke arah hulu mereka lalu menemukan sebuah rambu-rambu di sebuah pertemuan dua sungai, rambu-rambu itu menunjukkan ke arah Timika. Mereka pun mengikuti arahan itu dan terus menyusuri perahu ke arah hulu.

"Kami sempat bertemu longboat masyarakat, tapi kami tidak minta tolong. Setelah bertemu longboat berikutnya, operator perahu mengikuti di belakang, karena longboat itu tujuannya ke Timika dan longboat itu lebih cepat sampai. Kami minta dia kabari teman-teman bahwa kami selamat," kata Joseph.

Rombongan tersebut baru bertemu laut di muara Pasir Hitam, yang sudah masuk ke wilayah Timika sekitar pukul 17.00 WIT, 24 jam kemudian, tak lama setelahnya mereka pun bertemu dengan tim SAR yang tengah mencari tak jauh di Pulau Bidadari.

"Di situ baru mereka kasih kami roti, nasi goreng, kasih kami biskuit, dan air mineral," ujar Joseph.

Perahu Joseph kemudian meneruskan perjalanan dengan dikawal perahu tim Basarnas. Sampai di Muara Puriri sekitar pukul 17.00 WIT, permasalahan kembali mengganjal perjalan mereka, air yang surut mengandaskan perahu.

Orang-orang yang berada di atas perahu pun terpaksa turun, dan ikut mendorong perahu menuju perairan dalam. Hingga sekitar pukul 23.00 WIB, mereka bertemu dengan warga setempat. Warga itu kemudian menunjukkan jalur mana yang bisa diambil agar perahu tidak kandas. Mereka akhirnya tiba di pelabuhan Tomako, Timika pada hari Minggu dini hari sekitar pukul 01.00 WIT, kemudian terbang ke Jakarta.

Walaupun jadwal pamerna foto sudah selesai, Joseph dan kawan-kawan warga suku Asmat menggelar pameran foto dan video di kafe Lopa yang terletak di Jalan Jaksa, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa malam.

Tags
Asmat
ombak
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan