Selasa, 30 September 2025

Ramadan 2013

Pemerintah Tak Berdaya Kendalikan Lonjakan Harga Sembako

Anggota komisi IV DPR RI Fraksi PAN, Viva Yoga Mauladi menilai pemerintah tidak berdaya dalam mengendalikan harga bahan pangan

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto Pemerintah Tak Berdaya Kendalikan Lonjakan Harga Sembako
TRIBUNNEWS.COM/ADE M
Viva Yoga Mauladi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota komisi IV DPR RI Fraksi PAN, Viva Yoga Mauladi menilai pemerintah tidak berdaya dalam mengendalikan harga bahan pangan yang terjadi akhir-akhir ini.

"Tidak kuasa dan tidak berdaya," ungkap Politisi Partai Amanat Nasional (PAN), kepada Tribunnews.com, Jakarta, Selasa (16/7/2013).

Alasannya, pertama menurutnya, sistem liberalisasi perdagangan dan pasar bebas memposisikan kaum pemodal besar sebagai pemenang kompetisi bebas sehingga mampu mengontrol sirkulasi barang dan mengendalikan harga.

Menurutnya, dalil invisible hand dari Adam Smith yang menyatakan akan terjadi keseimbangan atau terjadinya persaingan sempurna di pasar bebas melalui mekanisme alami tidak terbukti. Karena mekanisme pasar bebas telah menciptakan kaum pemilik modal sebagai monster ekonomi yang selalu bernafsu mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dan meluluh-lantakkan pemain kecil yang tidak kompetitif.

Kedua, salah satu penyebab pemerintah tidak mampu mengendalikan harga. Karena di samping tidak memiliki stok pangan karena Bulog yang ditugaskan sebagai lembaga buffer stock dari sisi status dan otoritas kelembagaan belum berfungsi maksimal. Juga karena tidak jalannya program revitalisasi pertanian.

"Bulog yang ditugaskan menyerap gabah dan beras petani, melalui kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) tidak maksimal membeli dari petani karena sebagian petani lebih senang menjual gabah atau beras ke tengkulak dengan harga lebih tinggi dari HPP, di samping Bulog kekurangan tenaga teknis di lapangan," ujarnya.

Alasan ketiga, Program revitalisasi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak terealisasi. Hal itu terjadi karena kurangnya political will pemerintah dalam membangun sektor pertanian. Hal itu tampak dari anggaran yang kecil (1,3% dari APBN), sehingga dananya tidak cukup untuk memperbaiki waduk, irigasi, dan infrastruktur pertanian yang rusak, serta tidak mampu memproduksi benih unggul.

Selain itu, ancaman alih fungsi lahan pertanian produktif untuk pemukiman dan industri yang akseleratif tidak diimbangi dengan program pencetakan sawah baru maupun oleh penggunaan teknologi pertanian modern. Program food estate stagnan, dan jumlah petani semakin berkurang.

"Petani padi, hortikultura, maupun peternak kurang mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan pemerintah. Buktinya nasib mereka semakin sulit di tengah arus kompetisi global. Benih unggul sulit diperoleh, pupuk bersubsidi hilang entah kemana. Pemerintah harusnya melakukan affirmative action kepada mereka," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved