Selasa, 7 Oktober 2025

Korupsi Alat Kesehatan

Pihak PT Prasasti Sering Bolak-Balik ke Kemenkes

Pihak PT Prasasti Mitra kerap mendatangi Kantor Kementerian Kesehatan sejak dipimpin Menteri Kesehatan (Alm) dr Sujudi.

Penulis: Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Ratna Dewi Umar (tangah), menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (3/6/2013). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak PT Prasasti Mitra kerap mendatangi Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sejak dipimpin Menteri Kesehatan (Alm) dr Sujudi.

Begitu juga, untuk pengadaan proyek alat kesehatan dan perbekalan penanganan wabah flu burung di Kemenkes tahun anggaran 2007.

Itu diungkapkan mantan Kepala Bagian Tata Usaha Kemenkes dr Lili Sriwahyuni Sulistyawati, saat bersaksi untuk terdakwa Ratna Dewi Umar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (4/7/2013).

Menurut Lili, keterangannya juga masuk dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, saking seringnya, Lili akhirnya kenal dengan Direktur PT Prasasti Mitra Sutikno.

"Dia (Sutikno) sering datang sama rombongannya. Dia ketemu alm mantan Menkes Sujudi," kata Lili di hadapan majelis hakim.

Namun, saat ditanya siapa saja rombongan yang dibawa Sutikno, Lili mengaku sudah tak ingat, karena peristiwanya sudah lama.

"Dari Prasasti semua," dalihnya.

Mantan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (sekarang Kementerian Kesehatan) Ratna Dewi Umar, didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam empat proyek pengadaan di Depkes pada 2006 hingga 2007. Akibat perbuatannya, negara merugi lebih dari Rp 50 miliar.

Surat dakwaan dibacakan tim jaksa penuntut umum KPK, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (27/5/2013).

"Telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, korporasi, atau orang lain," kata JPU Kadek Wiradana.

Surat dakwaan disusun secara subsideritas, yang memuat pasal 2 Ayat 1 juncto pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 65 ayat 1 KUHP pada dakwaan primer, serta pasal 3 dalam undang-undang yang sama pada dakwaan subsider. Ancaman hukumannya, maksimal seumur hidup atau 20 tahun penjara, dan denda maksimal Rp 1 miliar.

Menurut jaksa, Ratna Dewi Umar bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) atau kuasa pengguna anggaran (KPA), dalam empat proyek pengadaan di Kemenkes.

Proyek pertama, pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung tahun anggaran 2006, di Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Proyek kedua, penggunaan sisa dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2006, pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes.

Proyek ketiga, pengadaan peralatan kesehatan untuk melengkapi rumah sakit rujukan penanganan flu burung dari DIPA anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perubahan tahun anggaran 2007.

Keempat, pengadaan reagen dan consumable penanganan virus flu burung dari DIPA APBN-P tahun anggaran 2007.

Ratna disebut mengatur perusahaan yang menjadi pelaksana proyek-proyek tersebut. Perbuatannya menguntungkan sejumlah perusahaan sekaligus merugikan keuangan negara.

Korporasi yang diuntungkan dari empat proyek pengadaan ini adalah PT Rajawali Nusindo, PT Prasasti Mitra, PT Airindo Sentra Medika, PT Fondaco Mitratama, PT Kartika Sentamas, PT Heltindo Internasional, PT Kimia Farma Trading, PT Bhineka Usada Raya, dan PT Chaya Prima Cemerlang.

Dalam pengadaan pertama dan kedua, kata jaksa, muncul kerugian negara sekitar Rp 10,2 miliar, sesuai penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Dalam pengadaan ketiga (Kerugian) sebesar Rp 27,9 miliar sesuai dengan laporan BPKP," sambung jaksa Kadek.

Pada pengadaan keempat, kerugian negara sekitar Rp 12,3 miliar. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved