Kenaikan Harga BBM
Publik Salahkan SBY Jika Harga BBM Naik
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sejarah pemerintahannya tak pernah tampil langsung
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sejarah pemerintahannya tak pernah tampil langsung ke publik mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), namun tetap saja paling disalahkan.
Hal itu terekam di hasil survei Lingkaran Survei Indonesia dengan quick poll yaitu menggunakan handset LSI, yang dipegang 1200 responden di seluruh provinsi pada 18-20 Juni. Metode survei menggunakan multistage random sampling.
"Mayoritas publik menjawab bahwa Presiden dan DPR yang patut dipersalahkan dari kenaikan harga BBM. Sebanyak 44,52 persen menyatakan SBY paling dipersalahkan," ujar peneliti LSI, Adjie Alfaraby di kantor LSI, Jakarta, Minggu (23/6/2013).
Sementara publik yang menyalahkan DPR sebanyak 26,03 persen. Kedua pihak ini dianggap publik sebagai orang yang bertanggungjawab paling depan terhadap kenaikan harga BBM.
SBY tidak sendiri menanggung beban kesalahan atas kenaikan harga BBM yang ditimpakan publik. Partainya yakni Demokrat juga ketiban sial. Sebanyak 58,62 persen publik meminta Demokrat harus bertanggungjawab dalam kenaikan harga BBM.
Sementara, partai lainnya di luar Demokrat, juga ikut disalahkan. Namun angkanya hanya 15,52 persen. Menurut Adjie, cukup logis ketika Demokrat disalahkan karena sebagai partai penguasa, selain ketua umumnya SBY.
Besarnya penolakan publik terhadap kenaikan BBM bukan saja terjadi pada 2013. LSI mencatat hal serupa pada 2005, 2008, dan 2012, di mana saat itu penolakan publik juga begitu tinggi. Pada 2005, misalnya, yang menolak 82.3 persen.
Hasil riset LSI, penolakan terhadap kenaikan harga BBM selalu tinggi yakni di atas 75 persen seperti Agustus 2005(82,3 persen), Mei 2008 (75,1 persen), Maret 2012 (86,6 persen), dan Juni 2013 (79,21 persen).