Kasus Century
Anggota Timwas Century Kecewa Darmin Nasution Batalkan Pertemuan
Agenda Timwas kasus Century DPR sedianya mengadendakan pertemuan dengan unsur Pejabat BI.
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Agenda Timwas kasus Century DPR sedianya, hari ini, Rabu (10/4 2013) mengadendakan pertemuan dengan unsur Pejabat BI.
Antara lain, Eddy Sulaiman Yusuf, Sugeng, Dodi Budi Waluyo dan Zainal Abidin serta Mantan Direksi serta Komisaris Bank Century seperti Hermanus Hasan Muslim, Hamidy SE.
Kemudian, Sulaiman Ahmad Basyir, SH, MSc, Poerwanto Kamsjadi dan Drs. Rusli Prakarsa bersama Notaris yg menandatangani akta FPJB Sdr. Buntario Tigris.
Rapat tersebut dilakukan untuk meminta penjelasan atau keterangan terkait pemberian FPJP Bank Century. Hal ini dikatakan oleh anggota Timwas Century, Bambang Soesatyo dalam rilisnya kepada Tribunnews.com.
Tiba-tiba, lanjut Bambang, Gubernur BI Darmin Nasution melayangkan surat pemberitahuan bahwa para pejabat BI tersebut berhalangan hadir. Menurut Darmin, Doddy, Zainal dan Sugeng sedang mempersiapkan Rapat Dewan Gubernur. Sedangkan Eddy Sulaiman sudah tidak lagi di BI dan saat ini berada di luar negeri.
"Ketidak hadiran pejabat BI itu jelas mengecewakan. Sebab, ada sejumlah fakta yang hrs diklarifikasi. Ada kesan BI menghindar," kata Bambang.
Dijelaskan, berdasarkan Perjanjian Pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) Nomor: 176 tanggal 14 Nopember 2008 diketahui bahwa Pihak BI dan Pihak Bank Century telah menghadap kepada Notaris Buntario Tigris pada tanggal 14 Nov 2008 pukul 13.30 WIB.
Dan berdasarkan Surat Kuasa Gubernur BI No 10/68/Sr.Ka/2008 Boediono menunjuk Eddy Sulaeman Yusuf, Sugeng, dan Dody Budi Waluyo bertindak untuk dan atas nama Dewan Gubernur dalam melakukan perjanjian dengan Bank Century.
Kronologi ini, imbuh Bambang, yang perlu didalami Timwas karena terkait dengan pencairan FPJB yang penyalurannya diuga menyimpang.
Hal lain soal penandatanganan Perjanjian, seolah-olah telah sesuai ketentuan, sehinga FPJP dapat dicairkan pada hari itu juga.
"Padahal, ada sejumlah keganjilan yang mengindikasikan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi dan cenderung proforma serta tidak valid. Jadi perlu dilakukan rekonstruksi," Bambang menjelaskan.