Neneng Diadili
Dua 'Penolong' Neneng Divonis 7 Tahun Penjara
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada dua terdakwa Warga Negara Malaysia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada dua terdakwa Warga Negara Malaysia R Azmi bin Muhammad Yusof dan Mohammad Hasan Bin Khusi Mohammad.
Keduanya dipandang Majelis Hakim terbukti melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka secara sah dan meyakinkan menghalangi-halangi penyidikan perkara korupsi proyek PLTS Kemenakertrans dengan tersangka Neneng Sri Wahyuni.
Selain pidana penjara, kedua terdakwa juga dijatuhi pidana denda Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan.
"Mengadili dan menyatakan terdakwa 1 dan terdakwa 2 secara sah meyakinkan terbukti menghalang-halangi penyidikan," kata Ketua Majelis Pangeran Napitupulu saat membacakan amar putusan, Selasa (5/3/2013).
Majelis dalam pertimbangannya menyebutkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Kedua terdakwa menurut Majelis Hakim tidak mengakui perbuatannya di Persidangan sehingga menjadi hal yang memberatkan.
"Sementara yang meringankan terdakwa 1 dan terdawaka 2 sopan dalam persidangan," kata Hakim Pangeran.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut vonis 9 tahun penjara dan denda 200 juta subsider 4 bulan kurungan kepada kedua terdakwa itu.
#Rangkaian Peristiwa Terungkap di Persidangan
Majelis Hakim menilai Neneng bertemu Muhammad Hasan pada awal Juni 2011 di Kedai Raja Abdul Aziz, dekat Universitas Utara Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.
Dalam pertemuan itu, Neneng meminta tolong kepada Hasan mencarikan jalan masuk ke Indonesia melalui jalur tidak resmi. Hasan menyanggupi permintaan itu.
Tidak lama kemudian, Interpol menangkap suami Neneng, Muhammad Nazaruddin, di Cartagena, Kolombia. Yang meminta Neneng meminta pertolongan kepada Hasan dan Azmi adalah Bertha Herawati.
Azmi adalah salah satu rekan bisnis Muhammad Nazaruddin. Keduanya berkongsi dalam perusahaan dan perkebunan kelapa sawit milik Nazaruddin, PT Inti Karya Plasma, di Pekanbaru, Riau.
Azmi pernah mengunjungi Nazaruddin di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur. Saat itu, dia mengatakan kepada Nazaruddin, Neneng aman dan tinggal di sebuah apartemen. Mereka pun yakin Neneng tidak bakal tertangkap di Malaysia, lantaran keduanya memiliki banyak kenalan di Polisi Diraja Malaysia.
Setelah bertemu Neneng, kemudian Hasan menemui Azmi, lantas melakukan pertemuan dengan M. Azis Toyibin. Azis Toyibin adalah warga Indonesia asal Ponorogo. Dia bekerja sebagai calo tiket di Malaysia.
Hasan meminta bantuannya untuk bisa membawa Neneng masuk ke Indonesia lewat jalur tidak resmi dan dia pun menyanggupi.
Kemudian, pada 12 Juni 2012, Neneng bersama Toyibin berangkat dari malaysia menggunakan kapal cepat dan tiba di Pelabuhan Sengkuang, Batam.
Sementara Azmi, Hasan, dan satu pembantu Neneng, Chalimah alias Camilla, berangkat menggunakan kapal laut dari Pelabuhan Setulang Laut, Johor, Malaysia, dan tiba di Pelabuhan Batam Center.
Setelah tiba di Batam, Neneng, Chalimah, Hasan, dan Azmi langsung menuju Hotel Batam Center. Hasan memsan dua kamar, satu buat dia dan Azmi, sementara lainnya buat Chalimah dan Neneng.
Keesokan harinya, Neneng, Chalimah, Hasan, dan Azmi berangkat ke Jakarta dari Batam, menggunakan pesawat Garuda Citilink. Dalam tiket, identitas Neneng ditulis dengan nama Nadia.
Setelah tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Neneng, Chalimah, Azmi, dan Hasan Berpencar. Neneng bersama Chalimah naik taksi menuju rumahnya di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan.
Sedangkan Azmi dan Hasan diantar sopir Nazaruddin pergi ke Hotel Lumirre, Senen, Jakarta Pusat.
Sebelum ditangkap, Hasan sempat menghubungi Neneng pake telepon dan mengatakan jangan tinggal di rumahnya. Hasan dan Azmi kemudian menyusul Neneng ke rumahnya. Sekitar pukul 13.00 WIB, tim KPK meringkus Neneng, Chalimah, Hasan, dan Azmi di kediaman Neneng.
(Edwin Firdaus)