Nasib Anas di Demokrat
Berniat Singkirkan Anas, Ulil Ingin Politik Dinasti Ada di PD
Permintaan terang-terangan Ketua DPP Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla agar ada nahkoda baru yang memimpin partainya menunjukkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permintaan terang-terangan Ketua DPP Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla agar ada nahkoda baru yang memimpin partainya menunjukkan bahwa Ulil kini memposisikan diri menjadi pendukung SBY. Ia ingin ada politik dinasti di partai berlambang mercy tersebut.
"Selama ini tekanan ke Anas kan karena ada kubu yang enggan Demokrat ini berkembang sebagai partai modern yang demokratis. Maunya memelihara politik dinasti," kata Pengamat Politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, Sabtu (16/2/2013).
Menurut Airlangga, Ulil dalam konteks ini sudah tidak memposisikan diri lagi sebagai intelektual yang bebas, tetapi posisinya sebagai internal Demokrat dan menjadi kubu SBY.
Hal ini kata Airlangga akan menjadi persoalan karena yang dia dukung itu bertentangan dengan gagasan demokrasi yang getol disuarakan. Sikap Ulil itu pun dianggap aneh.
"Anehnya, Ulil yang dikenal representasi politik liberal dan demokratis malah dukung politik dinasti. Ini memancing respon masyarakat sipil. Kubu Anas relatif defensif karena sadar kekuasaan yang dihadapi sangat kuat. Yang justru akan mengkritisi dan resisten atas sikap dan upaya SBY dengan kubunya termasuk Ulil adalah kekuatan masyarakat sipil karena dalam demokrasi ini telah terjadi intervensi kekuasaan,"jelasnya.
Lebih jauh Airlangga mengatakan dengan munculnya penyikapan Ulil yang mendesak agar ada pimpinan partai baru sangat terlihat ada upaya SBY dan kubunya untuk menggusur Anas. Meski upaya itu tidak miliki basis argumentasi kuat dari basis manapun.
Mestinya lanjut Airlangga apabila elektabilitas di survei turun, harusnya jadi momentum konsolidasi bersama.
Di sinilah katanya kemudian posisi Ulil dipakai dan dianggap penting karena dianggap intelektual, untuk artikulasikan kubu non Anas dalam upaya pelengseran. Ulil sudah dikenal masyarakat.
"Kalau persoalanya adalah korupsi, hukum, sampai sekarang tidak ada status jelas Anas. Dan aturan di internal jelas kalau tersangka nonaktif. Langkah SBY ambil alih kendali Demokrat jelas blunder, dalam arti respon dari media, dari masyarakat sipil justru menolak, resisten terhadap upaya tersebut sangat tinggi. Ketika resistensi menguat, menunjukkan langkah tersebut tidak berhasil hantam Anas atau setidaknya mengurangi posisi Anas," katanya.