Neneng Diadili
Sakit, Neneng Batal Membela Diri
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menunda sidang lanjutan Neneng Sri Wahyuni, terdakwa korupsi pengadaan dan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menunda sidang lanjutan Neneng Sri Wahyuni, terdakwa korupsi pengadaan dan pemasangan PLTS pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun anggaran 2008 sampai Kamis pekan depan.
Rencananya, istri Muhammad Nazaruddin itu membacakan pembelaannya atau pledoi, untuk menanggapi jaksa penuntut umum yang menuntut pidana penjara kepadanya tujuh tahun, denda Rp 200 juta, subsidair kurungan pengganti selama enam bulan.
"Terdakwa Neneng pada hari ini tidak bisa hadir karena sakit. Dan kita juga sudah membawa surat keterangan dari dokter KPK," ujar jaksa Guntur Ferry Fahtar dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis (14/2/2013).
Ketua majelis Tati kemudian memberi izin dan merekomendasikan agar Neneng dirujuk ke rumah sakit yang dipandang memiliki alat-alat yang lengkap. Sehingga Neneg tak sakit lagi. "Jadi itu diperiksakan dan bagaimana penyakitnya itu," ujarnya.
Sementara itu, penasihat hukum Neneng menegaskan pihaknya sudah siap menyampaikan nota pembelaan. Ia menampik kliennya menolak berobat. Hanya saja Neneng ingin berobat di RS Abdi Waluyo, Menteng, karena sudah nyaman dengan dokter pemeriksanya.
Meski meminta RS Abdi Waluyo, majelis hakim tetap pada rekomendasinya agar Neneng dibawa ke RS Polri. Pasalnya selama ini majelis tak melihat ada perkembangan signifikan. Sementara soal riwayat kesehatan sebelumnya bisa dibawa ke RS Polri.
Dalam tuntutannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Selasa (5/2/2013), jaksa mengenakan Neneng telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Neneng Sri Wahyuni dengan pidana penjara selama tujuh tahun dikurangi selama berada dalam tahanan dan pidana denda Rp 200 juta, subsidair pidana kurungan pengganti selama enam bulan," ujar jaksa Guntur.
Neneng, lanjut Guntur, juga dihukum dengan membayar uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi yakni sebesar Rp 2.660.613.128.
Apabila Neneng tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memeroleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita jaksa dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti. Jika tetap tak cukup, dipidana penjara dua tahun.
Jaksa Ahmad Burhanudin menambahkan, Neneng diberatkan karena menerima sejumlah keuntungan dari proyek PLTS secara tidak sah, terus berbelit-belit serta tidak menunjukkan perasaan bersalah dan tidak mengakui terus terang perbuatannya di persidangan.
"Perbuatan terdakwa tidak sejalan dengan program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Terdakwa juga pernah melarikan diri keluar dari negara Republik Indonesia," terang Ahmad.
Isteri Muhammad Nazaruddin ini diringankan karena sebagai seorang ibu rumah tangga, mempunyai tanggungan tiga orang anak yang masih membutuhkan perawatan dan kasih sayang. Terus, Neneng juga belum pernah dihukum.
Salah satu alasan yuridisnya, jaksa menilai Neneng melawan hukum berdasarkan fakta persidangan karena selaku Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara, telah memerintahkan Marisi Matondang dan Mindo Rosalina Manullang meminjam bendera lima perusahaan untuk menyelesaikan proyek PLTS.
Dalam pemenangan proyek ini, Neneng terseret karena telah memberikan dan menyetujui pencairan 50 ribu dollar AS untuk diserahkan kepada suaminya Nazaruddin, yang akan menyerahkan uang pelicin kepada pejabat di Kemennakertrans. Sehingga proyek jatuh kepadanya.
Klik: