Hartati Diadili
Kuasa Hukum : Vonis Hartati Bikin Investor Ngeri
Ini bukan masalah Ibu Hartati Murdaya saja, tetapi juga masalah bagi semua investor di Indonesia

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Tim kuasa hukum pengusaha Hartati Murdaya menilai vonis 2 tahun 8 bulan penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta , Senin (4/2) hari ini adalah preseden buruk bagi iklim investasi di Indonesia yang akan bikin ngeri kalangan investor.
Vonis ini dipastikan akan membuat kalangan investor takut menanamkan investasinya, karena ketidak-pastian hukum dan perubahan struktur kekuasaan di daerah telah menempatkan investor berada dalam posisi paling rawan untuk dikriminalisasi.
“Vonis ini pasti akan membuat kalangan investor ngeri dan ketakutan, kerena ke depan kalangan investor pasti akan terjerat dengan vonis yang sama. Ibu Hartati ini korban yang pertama,” katanya melalui rilis yang dikirim ke tribunnews.
Dalam sidang kasus Buol di Pengadilan Tipikor Jakarta yang berlangsung hari ini majelis hakim yang diketuai Gusrizal SH menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta bagi pengusaha Hartati Murdaya selaku pemilik PT Hardaya Inti Plantation yang berinvestasi kelapa sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Hartati mengaku dirinya adalah pihak yang dimintai uang sumbangan pemilukada oleh bupati setempat yang akan maju kembali dalam pemilukada berikutnya, tetapi kemudian oleh KPK ia malah dituduh memberikan suap untuk pengurusah hak guna usaha (HGU) perkebunan.
Menurut Denny Kailimang melalui rilis yang dikirim ke tribunnews.
, Hartati Murdaya sama sekali tidak makan duit negara dan tidak merugikan negara. Ia justru telah berjasa membangun perekonomian daerah Buol dengan membangun perkebunan kelapa sawit di sana.
Hartati juga orang yang berjasa besar membangun Buol dari daerah terpencil menjadi daerah yang layak dimekarkan sebagai kabupaten tersendiri. Tetapi akhirnya Hartati Murdaya harus menghadapi vonis 2,8 tahun penjara. Padahal sebenarnya Hartati hanyalah seorang korban.
“Ini bukan masalah Ibu Hartati Murdaya saja, tetapi juga masalah bagi semua investor di Indonesia. Saya yakin vonis ini akan membuat investor ketakutan,” katanya.
Menurut Denny Kailimang, kriminalisasi terhadap kalangan investor terjadi lantaran di Indonesia tidak ada kepastian hukum, terutama kepastian hukum investasi di daerah.
“Ibu Hartati adalah korban dari ketidak-pastian hukum, korban dari perubahan peraturan, dan korban dari perubahan struktur pemerintahan akibat otonomi daerah,” katanya.
Dijelaskan, kasus ini bermula dari perubahan peraturan mengenai perkebunan kelapa sawit. Hartati sudah membuka perkebunan sejak tahun 1994 dengan ijin lokasi seluas 75 ribu hektare, namun pada tahun 2001 keluar peraturan menteri BPN yang membatasi perkebunan sawit maksimal hanya 20 ribu hektare saja.
Perubahan peraturan ini adalah bukti ketidakpastian hukum yang kemudian membuat investor terombang-ambing dan rawan dipermainkan oleh penguasa di daerah. Masalah menjadi kian kompleks karena pada saat yang sama investor juga harus menghadapi perubahan demi perubahan struktur pemerintah setempat akibat otonomi daerah.
Menurut Denny Kailimang, problem yang sama sebenarnya juga dihadapi oleh semua investor di Indonesia, oleh karena ini vonis terhadap Hartati yang dipersalahkan karena tuduhan menyuap dan divonis 2,8 tahun penjara ini membuat para investor ketakutan karena di Indonesia tidak ada kepastian hukum.
“Ini menandakan bahwa di Indonesia harus ada yang diperbaiki, terutama mengenai perubahan peraturan yang menyebabkan ketidak-pastian hukum sehingga menyeret investor yang tidak bersalah sebagai korban dan akhirnya harus masuk penjara,” katanya.