Penangkapan Pejabat Kemennakertrans
I Nyoman Suisnaya Menuding Menkeu dan Banggar
Terdakwa kasus suap program percepatan pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi I Nyoman Suisnaya menuding Banggar DPR dan Menkeu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus suap program percepatan pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi I Nyoman Suisnaya menuding Badan Anggaran (Banggar) DPR dan Menteri Keuangan sebagai pihak yang seharusnya bertanggungjawab dalam kasus yang menderanya.
Mendakwa Nyoman sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam kasus ini, kata tim penasihat hukum dalam eksepsinya, adalah suatu ketidakcermatan.
"Penuntut umum tidak cermat mendakwa terdakwa sebagai orang yang sangat berwenang dalam usulan pengalokasian anggaran. Sangat menyepelekan hukum, jika hanya menyeret Dharnawati, Nyoman, Dadong sementara kesalahan itu adalah kesalahan berjamaah di mana Menkeu dan pimpinan Banggar DPR telah menyetujui kesalahan atau setidaknya memutihkan terdakwa Nyoman," ujar Bachtiar Sitanggang membacakan eksepsi, di Pengadilan Tipikor, Rabu (23/11/2011).
Menkeu dan pimpinan Banggar, lanjut tim penasihat hukum, harus bertanggungjawab lantaran merekalah yang menyetujui bahwa besaran dana PPID yang akan dikucurkan ke daerah sebesar Rp 500 miliar. Kedua pihak ini jugalah yang menyetujui pengalokasian anggaran itu.
"Menkeu dan pimpinan Banggar DPR RI yang setuju dana Rp 500 miliar untuk PPID harus bertanggungjawab atas keputusannya. Bukan dipertanggungjawabkan atau menjadi tanggungjawab terdakwa. Apalagi itu bukan merupakan kewenangan Nyoman, bahkan Kemennakertrans," ucapnya.
Penuntut umum, kata penasihat hukum, telah menggiring majelis hakim untuk mengikuti pola pikir keliru mereka dengan menguraikan ketidakberesan dari pengajuan usulan dana PPID. Penuntut umum, imbuh tim penasihat hukum, telah sengaja menggiring majelis hakim untuk menjerumuskan Nyoman.
"I Nyoman Suisnaya hanya menggolkan proyek di Kabupaten Keerom. Padahal ada atau tidak ada Dharnawati empat kabupaten itu akan tetap masuk skala prioritas sebagai wujud program kemennakertrans dalam mendukung arahan Presiden tentang percepatan pembangunan Papua, Papua Barat, NTT. Bahkan tahun 2011, telah dibentuk Pokja untuk mendukung percepatan Papua yang dikoordinir oleh biro perencanaan Setjen Kemennakertrans," katanya.
Jikapun Nyoman dianggap bersalah terkait pengajuan usul DPPID ini, ucap tim penasihat hukum, tentu yang terlebih dahulu harus dipersalahkan adalah pihak Kemenkeu dan Badan Anggaran DPR yang menyetujui dana tersebut.
"Adilkah Nyoman dihukum sementara yang menyetujui pebuatannya tidak dipersalahkan," tuturnya.
Atas pertimbangan-pertimbangan ini, tim penasihat hukum pun meminta majelis hakim dapat menolak surat dakwaan yang disusun oleh JPU. Disebutkan pula bahwa JPU telah ragu dalam menyusun surat dakwaan sehingga surat dakwaan kabur dan tidak jelas serta tidak tegas menentukan status terdakwa dalam kasus ini.
"Surat dakwaan penuntut umum nggak jelas dan nggak lengkap memuat unsur tindak pidana yang didakwakan. Nggak jelas status terdakwa apakah sebagai pelaku, penyetuju, turut melakukan, menganjurkan untuk melakukan pemberian hadiah, itu tidak jelas. Sehingga menjadikan dakwaan bagai pukat harimau," imbuhnya.
Majelis hakim, kata tim penasihat hukum harus menyatakan surat dakwaan batal demi hukum dan selanjutnya memulihkan nama baik Nyoman. Pasalnya, surat dakwaan telah tidak memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana termaktub dalam Pasal 143 ayat 2 KUHAP.
"Pasal yang disangkakan juga nggak tepat, terkesan asal. Dengan asumsi pasti menjaring terdakwa," bebernya.
"Kami dukung pemberantasan korupsi yang menyeluruh tapi tidak sepotong, apalagi tebang pilih, pilih kasih, pandang bulu, tidak tajam ke bawah tapi ke atas untuk yang akan datang," imbuhnya.