Bom Bunuh Diri Solo
JIAD: Intelijen tak Antisipasi Serangan Terhadap Minoritas
Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur mengutuk aksi bom bunuh diri yang terjadi di GBIS Kepunton Solo, Minggu (25/9/2011)

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur mengutuk aksi bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Semesta (GBIS) Kepunton Solo, Minggu (25/9/2011).
Menurut catatan JIAD, dalam kurun 2011, peristiwa ini merupakan aksi kekerasan keempat terhadap Gereja Bethel setelah peristiwa Temanggung, perusakan Gereja Bethel di Batam, ancaman penutupan GBIS di Kedungpring Jombang.
JIAD Jawa Timur berpandangan peristiwa biadab di GBIS Kepunton Solo yang terjadi pada bulan September ini sangat mungkin dipengaruhi oleh sindrom nine-eleven peristiwa penyerangan menara WTC sepuluh tahun yang lalu.
"Bagi sebagian kelompok radikal Islam, peristiwa ini dianggap perlu dirayakan dan diteladani karena merupakan puncak kesuksesan agresi terhadap kekuatan non muslim terbesar di dunia," tulis Aan Anshori, Presidium JIAD Jawa Timur dalam pernyataan sikap yang diterima Tribunnews.com, Minggu sore.
Lebih lanjut, menurut JIAD dalam perspektif peta konflik, kota Solo terkenal sebagai wilayah ‘bersumbu pendek’ . Kekuatan pro maupun anti pluralism mempunyai basis kekuatan yang cukup signifikan di sana.
Terjadinya bom bunuh diri ini setidaknya memperkuat asumsi bahwa intelijen tidak cukup signifikan bekerja dalam mengantisipasi serangan terhadap kelompok minoritas.
Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Mendesak kepada pemerintah untuk mengungkap dan menangkap aktor intelektual di balik peristiwa tersebut. Jika terbukti pelaku pemboman tengah menjalankan misi organisasi, maka pemerintah harus segera meminta pengadilan untuk membubarkan organisasi tersebut.
2. Menuntut kepada aparat keamanan untuk memberikan perlindungan maksimal terhadap kebebasan beragama/berkeyakinan terutama bagi kelompok minoritas.
3. Menyerukan kepada masyarakat agar tidak terprovokasi dan justru membuat peristiwa ini sebagai momentum untuk memperkuat konsolidasi antariman bagi Indonesia yang lebih baik.