Sidang Baasyir
Baasyir Serahkan Memori Banding
Tim Pembela Muslim (TPM) menyerahkan memori banding perkara Abu Bakar Baasyir kepada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pembela Muslim (TPM) menyerahkan memori banding perkara Abu Bakar Baasyir kepada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (22/7/2011) sekitar pukul 14.00 WIB.
"Hari kita sudah serahkan memori banding ke PN Jakarta Selatan," kata anggota TPM, Achmad Michdan, ketika ditemui di PN Jakarta Selatan, Jakarta.
Achmad mengatakan pihaknya mengemukakan tiga alasan dalam memori banding tersebut. Pertama, penetapan hakim tentang teleconference atau kesaksian jarak jauh. "Pertimbangan hakim hemat kami fatal, majelis hakim keliru," ujarnya.
Kedua, kata Achmad, berkaitan dengan pertimbangan vonis yang dijatuhkan kepada Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) itu, dimana jaksa menuntut dengan pasal 11 UU No 15 tahun 2003 tentang tindak pidana teroris. Sedangkan hakim menggunakan pasal 7. "Jaksa tidak bisa membuktikan ustad berperan tindak kekerasan, pengadaan senjata api dan amunisi," imbuhnya.
Dalam kesaksian Joko Daryono, Ubaid, Haryadi Usman dan Syarif Usman, kata Michdan, Baasyir diketahui tidak menghasut mereka. Belum bisa dibuktikan, Ustadz memang menghimpun dana untuk dakwah, bukan Jihad di Aceh," imbuhnya.
Terakhir, saksi Chairul Gazali yang tidak dihadirkan di persidangan. Padahal, Chairul merupakan saksi fakta di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nomor 68. Keterangannya sangat dibutuhkan karena Chairul mengaku disiksa oleh petugas di rumah tahanan.
Diketahui, majelis hakim yang diketuai Herri Swantoro memvonis 15 tahun penjara dengan menilai Ba'asyir terbukti dalam dakwaan subsider pasal 14 Junto pasal 7 uu 15 tahun 2003 tindak pidana terorisme.
Ba'asyir terbukti merencanakan atau menggerakkan orang lain memberikan dananya untuk kegiatan militer di Aceh. Dana yang terbukti dihimpun Ba’asyir sejumlah Rp 350 juta, dengan rincian Rp 150 juta didapat dari Haryadi Usman, dan Rp 200 juta dari Syarif Usman, serta sebuah handycam dari Abdullah Al Katiri. Uang itu digunakan untuk pelatihan militer di Pegunungan Jantho, Aceh Besar.