TKW Dipancung di Arab Saudi
Jangankan 1.000 Dirham, Tawaran Gaji 2.000 Dirham Saya Tolak
Rosita pun mengaku trauma akan peristiwa itu dan belum berkeinginan kembali ke Uni Emirat Arab.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Solidaritas Perempuan meminta Pemerintah memastikan proses hukum yang dijalani Buruh Migran berjalan dengan adil dan memastikan bahwa hak-hak Buruh Migran dilindungi. "Nyatanya, Pemerintah RI baru mengetahui kasus Rosita setelah Rosita ditahan selama satu tahun," imbuh Vicky Sylvanie, Staff Penanganan Kasus Buruh Migran Solidaritas Perempuan, Kamis (23/6/2011)
Rosita Siti Saadah Binti Muhtadin Jalil (29) adalah TKI yang lolos dari ancaman hukuman pancung di Fujairah, Uni Emirat Arab. Namun saat dia dibebaskan pulang ke Indonesia, Rosita mengaku Pemerintah justru tidak tahu.
Rosita kemudian kembali menceritakan alasannya menjadi pekerja di Uni Emirat Arab. Dia mengaku terdesak dengan kebutuhan ekonomi, apalagi suaminya bekerja serabuta. "Saya juga pernah kesana pada tahun 2005-2008 dan tidak mendapat masalah," kata Rosita.
Dalam rentang waktu tersebut, Rosita hanya mengurus seorang kakek yang sedang sakit. Dia lalu pulang ke Indonesia, gaji yang didapat pun dapat dibelikan rumah. Berkaca pengalaman itu maka pada tahun 2009, warga Desa Cinta Langgeng Kecamatan Tegal Waru Kabupaten Karawang, Jawa Barat kembali mengadu nasib di Uni Emirat Arab.
Gaji yang ditawarkan sebesar 800 dirham atau sekitar Rp2 juta. Belum genap satu bulan dia bekerja, Rosita telah menghadapi kasus hukum. Dirinya dituduh membunuh teman sekamarnya walaupun pada akhirnya tidak terbukti.
Rosita pun mengaku trauma akan peristiwa itu dan belum berkeinginan kembali ke Uni Emirat Arab. "Sebelum pulang, saya ditawari kerja sebagai pembantu di rumah wakil kapten dengan gaji 1.000 dirham, jangankan segitu, gaji 2.000 dirham juga saya tolak, saya trauma," tukasnya.