TKW Dipancung di Arab Saudi
Gus Choi: Agar Tidak Dilecehkan, Stop Pengiriman Jamaah Haji
Pemerintah Indonesia kerap dipandang sebelah mata oleh negara luar khususnya Arab Saudi, terutama mengenai masalah Tenaga Kerja Indonesia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia kerap dipandang sebelah mata oleh negara luar khususnya Arab Saudi, terutama mengenai masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karena itulah, untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia di mata Arab Saudi pengiriman jamaah haji harus distop.
"Apa yang kita berikan ke Saudi melalui haji, pelajar kita sedikit di sana hanya berapa ribu yang kita berikan ke Saudi, melalui haji berapa triliun setiap tahun setelah dihitung kita bersikap enggak usah kirim haji selama lima tahun dan itu bisa kita jadikan sebagai nego politik," ujar Anggota Komisi I DPR, Effendi Choirie saat ditemui di gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/6/2011).
Menurut pria yang akrab disapa Gus Choi, jadi dalam proses ini, konteks hukum agama dalam konteks kepentingan bangsa tak perlu dipergunakan.
"Nah itu dihitung kalkulasi supaya kita total evaluasi hubungan kita dengan Saudi dia boleh lakukan ajaran agama tapi dia juga hidup di dalam dunia hubungan antar bangsa bukan hanya ukhuwah di dalam negaranya sendiri tapi juga ukhuwah insaniah antar bangsa ini menjadi pertimbangan sehingga dia tidak menjadi eksklusif, kita harus membuat dia tidak inklusif. Menlu kita ini harus agak greng jangan letoy gitu lah yah," jelas Gus Choi.
Lebih jauh Gus Choi mempertanyakan inisiatif pemerintah untuk mengirimkan TKI ke Arab Saudi. Hal itu hanya akan membuat harga diri bangsa hancur lebur.
Apabila pemerintah kreatif, lanjut politisi PKB ini mereka bisa mendatangkan uang Rp 21 trilliun sebagai pengganti devisa negara yang dihasilkan TKI. Cara itu dianggap lebih baik, ketimbang menguntungkan negara lain, tetapi harga diri bangsa hancur.
"Uang 15 sampai 21 Trilliun kalau pemerintah kreatif mendatangkan 15 sampai 21 triliun, apa sih yang dicari pemerintah mengirimkan TKI? sebetulnya enggak banyak tapi harga diri bangsa hancur," jelas Gus Choi.
Gus Choi menambahkan banyak hal yang didapatkan oleh pemerintah dan rakyat Arab Saudi dari haji dan umrah saja. Seperti bayar visa, penerbangan dari maskapai mereka dan dari penginapan itu nilainya trilliunan.
"Kita memberi devisa pada Arab Saudi. Kalau dijadikan alat diplomasi pasti signifikan," terangnya.
Dia juga menerangkan, bahwa dengan pelaksanaan ibadah haji yang hanya sekitar dua bulan tersebut, rakyat Arab Saudi sudah bisa meraup keuntungan melimpah. Bahkan, keuntungan dari kedatangan jemaah haji saja selama dua bulan itu bisa menghidupi biaya hidup hingga dua tahun.
"Mereka cukup dua bulan saja melayani jemaah haji, hasilnya cukup untuk hidup hingga dua tahun," ujarnya.
Untuk itu, metode moratorium haji perlu diterapkan jika ingin memberi peringatan kepada pemerintah Arab Saudi. Sebab, puluhan triliun bisa diraup oleh Arab Saudi dari jemaah haji dan umrah saja. Apalagi, jumlah jemaah Indonesia adalah terbesar di dunia.
Dengan begitu pemerintah dan rakyat Arab Saudi akan merasakan kehilangan devisa yang cukup signifikan setiap tahunnya.
"Karena menyangkut uang dan menguntungkan Arab Saudi, kalau kita putus lima atau enam tahun misalnya itu berarti kekurangan devisa puluhan triliun," tegasnya.
Dengan cara itu, Indonesia tidak perlu lagi memprotes pemerintah Arab Saudi. Dengan sendirinya, nanti rakyat Arab Saudi akan memprotes pemerintahnya sendiri karena rakyat juga kehilangan penghasilan.
Hanya saja Gus Choi memandang perlu ada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memperkuat usulannya tersebut.
"Untuk itu perlu fatwa MUI agar melarang atau tidaknya, ini kaitannya dengan hukum agama dan juga hukum hubungan antar bangsa. Tapi, kalau ini hubungannya antar negara saya lihat kok ini logis," pungkasnya.