TKW Dipancung di Arab Saudi
Komnas HAM Nilai BNP2TKI Kurang Maksimal Dampingi TKI
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), dinilai kurang maksimal dalam mendampingi TKI
Laporan Fernando, Kontributor Tribunnews.com di Sumatera Barat
TRIBUNNEWS.COM, PADANG - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), dinilai kurang maksimal dalam mendampingi TKI yang sedang menjalani proses hukum di negera tempat mereka bekerja.
Hal ini disampaikan Ketua Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM), Ifdhal Kasim, terkait hukuman mati yang dijatuhkan Pemerintah Arab Saudi terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Indonesia, Ruyati binti Satubi pada Sabtu (18/06/2011) lalu. TKW asal Jawa Barat itu dijatuhi hukuman mati karena mengaku telah membunuh wanita asal Arab Saudi bernama Khairiya binti Hamid Mijlid pada 2010.
"Seharusnya Ruyati bisa mendapat keringanann hukum bila ia didampingi sejak ia ditangkap oleh Pemerintah Arab Saudi," jelas Ifdhal usai penandatanganan MOU Pemerintah Sumatera Barat (Sumbar) dengan Komnas HAM di Gubernuran Sumbar, Selasa (21/6/2011).
Dikatakan Ifdhal, pendampingan hukum harus diberikan sejak TKI yang tersangkut hukum ditangkap. Sebab bila pendampingan baru dilakukan setelah putusan hakim, itu tidak ada gunanya.
Oleh sebab itu, BNP2TKI harus bekerjasama dengan Kedutaan Besar Indonesia dan Kementrian Luar Negeri untuk mendata keadaan para TKI di tiap negara yang mempekerjakan mereka. Sebab dengan pendataan tersebut keadaan para TKI bisa dimonitor.
Bagi yang tersangkut hukum langsung bisa dibantu. Sehingga Pemerintah Indonesia tahu, atas dasar apa TKI tersebut menjalani proses hukum."Jangan sampai terlambat tahu. Setelah ada putusan hakim kan tidak mungkin lagi kita dampingi," jelasnya. (*)