Sidang Baasyir
Baasyir: Jangan Simpati Kepada Saya, Simpati Kepada Islam
Abu Bakar Baasyir menyerukan kepada pemuda agar tidak bersimpati kepadanya sehingga melakukan teror-teror di wilayah Indonesia.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Abu Bakar Baasyir menyerukan kepada pemuda agar tidak bersimpati kepadanya sehingga melakukan teror-teror di wilayah Indonesia. Baasyir mengatakan hal tersebut menanggapi pernyataan Polri, maraknya aksi terorisme yang dilatarbelakangi simpati terhadap Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) itu.
"Itu tidak betul, jangan simpati kepada saya, tapi simpati kepada Islam," kata Baasyir di ruang tahanan khusus Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis, (16/6/2011).
Baasyir juga membantah bila dirinya ada dibalik teror racun sianida yang ditujukan kepada kepolisian melalui kantin-kantin di Polsek dan Polres. "Islam itu tidak menggunakan racun, Nabi itu diracun bukan meracuni. Saya menuduh Densus 88 ada dibalik ini," katanya.
Baasyir kemudian meminta waktu untuk beristirahat di ruang tahanan khusus serta berbincang dengan anaknya Abdul Rosyid.
Abu Bakar Baasyir sendiri diketahui dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman penjara seumur hidup.
JPU menganggap Abu Bakar Baasyir mengetahui dan terlibat dalam pelatihan militer di pegunungan Jalin Jantho, Aceh. Menurut Andi, Amir Jamaah Ansohrut Tauhid itu mengetahui pelaksanaan pelatihan militer di Aceh dengan menggunakan senjata api dan terlibat dalam perencanaan, persiapan, sampai pendanaan kegiatan tersebut.
Baasyir yang dituduh mengumpulkan dana untuk pelatihan di Aceh, lanjut Andi, sesuai dengan fakta persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi, surat, keterangan ahli, terdakwa serta alat bukti lainnya. Hal itu sesuai dengan pasal 27 UU Republik Indonesia No 15 tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU no 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
JPU menuntut Baasyir sesuai dengan dakwaan lebih subsider pasal 14 jo 11 UU no 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Dana yang terbukti dihimpun Ba’asyir sejumlah Rp 350 juta, dengan rincian Rp 150 juta didapat dari Haryadi Usman, dan Rp 200 juta dari Syarif Usman, serta sebuah handycam dari Abdullah Al Katiri. Uang itu diduga digunakan untuk pelatihan militer di Pegunungan Jantho, Aceh Besar.