Sidang Baasyir
Abu Bakar Baasyir: Abaikan Syariat Islam, Keputusan Hakim Zalim
Amir Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba'asyir tampak tenang saat divonis 15 tahun penjara.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Iwan Taunuzi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amir Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba'asyir tampak tenang saat divonis 15 tahun penjara. Tawaran Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Herry Swantoro agar Baasyir berunding dengan tim pengacara, diamini Baasyir.
"Setelah kami berunding, tim penasihat hukum menyatakan banding," kata salah satu tim Pengacara dari TPM di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (16/6/2011).
Tak kalah dari pengacara, Baasyir yang mendapat dukungan moril dari ratusan pendukungnya pun angkat suara soal vonis yang diterimanya.
"Saya dengan izin Allah menolak, karena keputusan ini zalim. Keputusan ini mengabaikan syariat Islam, dasarnya UU toghut, hanya didasarkan pada Undang-undang. Haram hukumnya saya menerima," kata Baasyir yang tampak tetap bersemangat.
Perlawanan Ba'asyir yang disambut pendukungnya dengan teriakan takbir. Allahu Akbar bergema beberapa saat di ruang sidang Baasyir.
Bahkan, sejumlah perempuan bercadar yang tak lain adalah simpatisan dari Abu Bakar Baasyir menangis setelah mendengar Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) divonis 15 tahun penjara.
Seorang simpatisan yang enggan disebut namanya, mengatakan persidangan ini adalah persidangan pesanan yang memang menginginkan agar Baasyir dipenjara.
Abu Bakar Baasyir sendiri diketahui dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman penjara seumur hidup.
JPU menganggap Abu Bakar Baasyir mengetahui dan terlibat dalam pelatihan militer di pegunungan Jalin Jantho, Aceh. Menurut Andi, Amir Jamaah Ansohrut Tauhid itu mengetahui pelaksanaan pelatihan militer di Aceh dengan menggunakan senjata api dan terlibat dalam perencanaan, persiapan, sampai pendanaan kegiatan tersebut.
Baasyir yang dituduh mengumpulkan dana untuk pelatihan di Aceh, lanjut Andi, sesuai dengan fakta persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi, surat, keterangan ahli, terdakwa serta alat bukti lainnya. Hal itu sesuai dengan pasal 27 UU Republik Indonesia No 15 tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU no 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
JPU menuntut Baasyir sesuai dengan dakwaan lebih subsider pasal 14 jo 11 UU no 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Dana yang terbukti dihimpun Ba’asyir sejumlah Rp 350 juta, dengan rincian Rp 150 juta didapat dari Haryadi Usman, dan Rp 200 juta dari Syarif Usman, serta sebuah handycam dari Abdullah Al Katiri. Uang itu diduga digunakan untuk pelatihan militer di Pegunungan Jantho, Aceh Besar.