Sidang Baasyir
Baasyir: Vonis Saya Sudah Dibandrol
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan membacakan vonis terhadap terdakwa terorisme Abu Bakar Baasyir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan membacakan vonis terhadap terdakwa terorisme Abu Bakar Baasyir, Kamis (16/6/2011). Baasyir menduga vonis atas dirinya sudah ditentukan sebelum pengadilan terhadap dirinya digelar.
"Ustad menduga vonis atas dirinya sudah dibandrol (ditentukan) karenanya ustadz meyakini pengadilan ini adalah pengadilan rekayasa," kata asisten pribadi Baasyir, Hasyim Abdullah melalui pesan singkat, Rabu (15/6/2011).
Hasyim juga mengatakan Ustadz Abu Bakar Baasyir siap menghadapi vonis dari majelis hakim. Ketika ditanyakan tanggapannya bila hakim akan memvonis hukuman seumur hidup, Hasyim mengatakan pihaknya akan melakukan banding.
"Apapun putusan dari majelis hakim. Ustadz tetap akan mengadakan perlawanan hukum baik ditingkat Banding maupun Kasasi," tukasnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Abu Bakar Baasyir.
JPU menganggap Abu Bakar Baasyir mengetahui dan terlibat dalam pelatihan militer di pegunungan Jalin Jantho, Aceh. Menurut Andi, Amir Jamaah Ansohrut Tauhid itu mengetahui pelaksanaan pelatihan militer di Aceh dengan menggunakan senjata api dan terlibat dalam perencanaan, persiapan, sampai pendanaan kegiatan tersebut.
Baasyir yang dituduh mengumpulkan dana untuk pelatihan di Aceh, lanjut Andi, sesuai dengan fakta persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi, surat, keterangan ahli, terdakwa serta alat bukti lainnya. Hal itu sesuai dengan pasal 27 UU Republik Indonesia No 15 tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU no 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
JPU menuntut Baasyir sesuai dengan dakwaan lebih subsider pasal 14 jo 11 UU no 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Dana yang terbukti dihimpun Ba’asyir sejumlah Rp 350 juta, dengan rincian Rp 150 juta didapat dari Haryadi Usman, dan Rp 200 juta dari Syarif Usman, serta sebuah handycam dari Abdullah Al Katiri. Uang itu diduga digunakan untuk pelatihan militer di Pegunungan Jantho, Aceh Besar.