Selasa, 7 Oktober 2025

Pak Harto The Untold Stories

Soeharto Ajukan Syarat Buat PM Singapura

Saat Perdana Menteri Singapura saat itu, Lee Kuan Yew hendak berkunjung ke Indonesia, Soeharto mengajukan syarat untuk Lee Kuan Yew

zoom-inlihat foto Soeharto Ajukan Syarat Buat PM Singapura
TRIBUNNEWS.COM/BIAN HARNANSA
Dua sahabat lama saling bertemu tentu sangat membahagiakan. Itulah gambaran pertemuan mantan PM Singapura Lee Kuan Yew dengan mantan Presiden Soeharto. Saat mengantar tamunya pulang, Soeharto kelihatan sumringah dan sehat (tanpa kursi roda). Dia menebar senyum dan melambaikan tangan. Lee Kuan Yew meninggalkan kediaman Jenderal Besar Soeharto di Jalan Cendana 8, Jakarta Pusat, pukul 12.50 WIB, Rabu (22/2/2006).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gedung Hongkong and Shanghai Bank yang dikenal sebagai "Mc Donald House" di Singapura meledak, menewaskan tiga orang dan melukai tiga puluh tiga lainnya pada 10 Maret 1965. Belakangan diketahui pelaku peledakan terhadap gedung tersebut adalah anggota TNI dari Korps Komando Operasi (KKO) yang kini disebut sebagai Marinir, yakni Harun Said dan Usman Hj Mohd Ali. Oleh pengadilan Singapura, keduanya dijatuhi hukuman mati.

Mengetahui hal tersebut, Indonesiapun bergerak, Suharto yang kala itu memegang jabatan panglima tertinggi di TNI, langsung mengusahakan pembatalan hukuman tersebut, Suharto menunjuk Abdul Rachman Ramly yang kala itu berpangkat Letkol Angkatan Darat, untuk menjadi Liasion Officer mewakili RI di Singapura, yang belum memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Abdul Rachman dalam buku “Pak Harto The Untold Story” menjelaskan, proses pembelaan terhadap dua anggota KKO itu dilakukan dengan maksimal, ia juga coba menjelaskan kepada pihak Singapura, bahwa di Indonesia rezim Orde Lama yang memulai konfrontasi sudah berakhir, namun pihak Singapura terus bersikukuh meneruskan proses hukum.

Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew saat permasalahan tersebut terjadi ternyata tengah menjalani cutinya, dan mengaku tidak bisa berbuat apa-apa terhadap keputusan itu. Sementara Wakil Lee Kuan Yew yang untuk sementara menggantikan Lee yang tengah cuti, meminta pemerintah RI untuk mengirimkan surat resmi. Namun sepuluh hari setelahnya, ternyata pemerintah Singapura mengumumkan dua pelaku pengeboman itu akan segera dieksekusi.

Pemerintah Singapura mengizinkan Jenazah Harun dan Usman untuk dibawa kembali ke tanah air, dan kemudian kedua jenazah itupun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.  Pasca kejadian itu, hubungan Indonesia dan Singapurapun makin tidak harmonis. Sebagian besar warga Indonesia di Singapurapun dipulangkan, sementara di dalam negri mahasiswa tengah bersiap menduduki kantor perwakilan Singapura di Indonesia.

Selang dua tahun kemudian, saat Lee Kuan Yew hendak berkunjung ke Indonesia, menurut Abdul Rachman saat itu Suharto mengajukan syarat, untuk Lee Kuan Yew menaburkan bunga di makam Harun dan Usman, dan hal itupun disetujui oleh Perdana Menteri Singapura itu.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa umumnya, tamu negara akan datang ke Taman Makam Pahlawan, dan meletakan karangan bunga di kaki tugu makam, bukan di makam sang pahlawan. Usai kejadian tersebut, hubungan Indonesia dan Singapurapun berangsur membaik.

Menurut Abdul, sebagai panglima tertinggi, Suharto berusaha semaksimal mungkin membela dan menghormati anak buahnya. Pembelaan dan pengormatan tersebut salah satunya ditunjukan saat Lee Kuan Yew datang ke Indonesia.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved