Sabtu, 4 Oktober 2025

Sidang Baasyir

JPU Baasyir: Tak Perlu Pengamanan Ekstra Asalkan

Pascateror bom yang terjadi di Jakarta , Pengadilan Negeri Jakarta Selatan semakin memperketat pengamanan tiap kali sidang Baasyir digelar.

Penulis: Y Gustaman
zoom-inlihat foto JPU Baasyir: Tak Perlu Pengamanan Ekstra Asalkan
Tribunnews.com/Yogi Gustaman
Sebanyak 15 jaksa penuntut umum sidang Abu Bakar Baasyir pulang dengan menumpang bus milik polisi dengan pengawalan ketat.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rentetan teror bom lewat paket kiriman yang belakangan menyesaki Jakarta beberapa hari terakhir menimbulkan tanda tanya besar. Keganjilan teror paket buku timbul ketika Amir Jamaah Anshar Tauhid Ustad Abu Bakar Baasyir menjalani persidangan dengan tuduhan terlibat aksi pendanaan terorisme di Desa Jalin, Jantho, Aceh.

Terkait aksi pengirim teror lewat paket buku, Baasyir mengaku hal itu hanyalah tindakan orang tak bertanggungjawab. Katanya, itu bukanlah jihad gaya JAT.

Tak mau gegabah kecolongan masuknya paket buku serupa, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan semakin memperketat pengamanan tiap kali sidang Baasyir digelar.

Tak hanya hakim, mereka yang mendapatkan pengamanan adalah para jaksa penuntut umum. Berbeda dengan hakim, pengamanan terhadap jaksa hanya diberlakukan ketika aparat kepolisian menjemput mereka menuju sidang dan sesudah selesai sidang.

"Ini hanya untuk mengantisipasi hal anarkis dari pendukung Ustad Abu Bakar Baasyir," ujar jaksa Firmansyah.

Mantan ketua jaksa penuntut umum Muhammad Jibril ini menyadari, sidang Baasyir menyita perhatian banyak pihak. Terutama aparat keamanan. Tak lain Baasyir adalah ulama dan memiliki banyak massa fanatik. Tak mengherankan, pengamanan itu sampai harus menurunkan aparat gabungan dari Polres Jakarta Selatan, Polda Metro Jaya, Satuan Brimob, dan Densus 88.

Dikatakannya, seharusnya pengamanan ekstra ketat itu tak perlu terjadi. Asal saja pendukung atau massa Baasyir aman, terkendali dalam mengikuti aksi persidangan di dalam dan di ruang sidang. Namun, tekanan pendukung Baasyir tak sampai membuat jaksa penuntut umum dari Satuan Tugas Antitero Kejaksaan Agung, tertekan secara psikologis.

"Kalau kami kan sudah terbiasa menangani perkara terorisme. Seperti saya sudah biasa menghadapi tekanan saat menangani perkara Muhammad Jibril beberapa waktu lalu. Itu membuat saya tak khawatir," imbuh Firmansyah.

Firmansyah beralasan, sudah tugas jaksa melakukan beban pembuktian apakah benar-benar terdakwa dugaan terorisme itu bersalah atau tidak. Namun, katanya, beban pembuktian itu berdasar fakta-fakta sebagaimana dalam dakwaan.

"Kita tidak mencari-cari kesalahan. Ini juga yang kita jelaskan kepada Ustad Baasyir sebelum sidang," katanya lagi.

Selama pengalamannya menjadi jaksa penuntut umum perkara terorisme, bagi Firmansyah, tekanan psikologis dan fisik tak pernah sepi. Ia membandingkan, tekanan itu lebih dirasakannya saat menangani perkara Muhammad Jibril ketimbang Baasyir. Alasannya, sidang Jibril tak seketat pengamanannya dibanding Baasyir sekarang.

"Tekanannya di dalam dan di luar sidang. Sampai dibawa ke rumah. Ada ancaman sms. Itu seringkali. Tapi saya anggap itu basa saja. Bukan hanya sms, tapi tekanan fisik. Saya pikir itu untuk pengalaman saya pribadi saja. Pengalaman itu tinggal saya ambil hikmahnya saja,"

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved