Sidang Aktivis Bendera
Kuasa Hukum Minta Majelis Hakim Diganti
Kuasa Hukum dua terdakwa kasus pencemaran nama baik dua aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat Benteng Demokrasi Rakyat
Permintaan mereka tersebut, dibacakan oleh seorang anggota Kuasa Hukum
dua aktivis Bendera, Saor Siagian, di muka persidangan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, Kamis (27/1/2011).
Menurutnya, setidaknya ada beberapa alasan, mengapa pihak Kuasa Hukum meminta Majelis Hakim perkara diganti. Berikut alasan Kuasa Hukum Aktivis Bendera.
"Selama persidangan berjalan majelis hakim tidak berlaku adil dan objektif, hak-hak kami selaku Kuasa Hukum dibatasi oleh majelis, majelis juga menunjukan sikap arogan, tidak independen, majelis juga bersikap provokatif," serunya.
Alasan lainnya, beber Saor lebih lanjut adalah, adanya pengunjung sidang sebelumnya yang membawa senjata api, diduga aparat kepolisian, namun tak berseragam.
"Kami keberatan pengunjung sidang, sipil tapi aparat hukum bersenjata,
yang kita sudah sampaikan keberatan, tetapi tidak dihiraukan," ujarnya.
Ada pula alasan yang digunakan, karena majelis hakim tetap melangsungkan
sidang pada pekan lalu, kendati tidak dihadiri oleh pihak Kuasa Hukum.
"Kami keberatan karena pemeriksaan majelis hakim, kami tidak ada di persidangan, karena tidak kondusif lagi," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Majelis Hakim menyatakan tetap melanjutkan
sidang, karena belum keluar surat tanggapan keberatan Kuasa Hukum
tersebut dari Ketua PN Jakpus.
Diketahui, pada persidangan sebelumnya, Kuasa Hukum, mengikuti langkah
terdakwa, Mustar Bonaventura, dan Ferdi Semaun, meninggalkan ruang
sidang, karena memprotes Majelis Hakim bersikap tidak adil.
Dua aktivis bendera Ferdi, dan Mustar, Aktivis Bendera itu ditetapkan
sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, karena pernah merilis sejumlah
lembaga dan individu yang diduga menerima aliran dana bank Century yaitu
KPU, LSI, FOX, Partai Demokrat, Edhi Baskoro Yudhoyono, Hatta Radjasa,
Mantan Panglima TNI Djoko Suyanto, Andi Malarangeng, Rizal Malarangeng,
Choel Malarangeng dan Hartati Murdaya.