RUU Keistimewaan Yogyakarta
Mendagri: Miris Kalau Sri Sultan Tersangkut Hukum
Secara resmi pemerintah mengajukan draft RUU Yogyakarta kepada DPR untuk kemudian dibahas oleh Komisi II DPR. Mendagri Gamawan
Dijelaskan, draft RUU Yogyakarta yang dirancang, dikedepankan adanya figur yang memiliki kapasitas simbolik untuk mengikat keragaman dalam suatu sistem. Fungsi simbolik, dimaksudkan pemerintah, dijalankan oleh lembaga baru yang dibentuk oleh undang-undang. Yakni, gubernur utama dan wakil gubernur utama.
"Atau sebutan lainnya yang lebih tepat sebagai representasi bersatunya dua pemimpin masa lalu. Pelembagaan dua institusi ini dikandung maksud dalam rangka menjaga harkat, martabat dan kewibawaan serta ke-wingitan (kesakralan) Sri Sultan Hamengkubuwono dan Sri Paku Alam," kata Mendagri, Rabu (26/1/2011).
"Terutama untuk menghindari dari permasalahan hukum. Di sisi lain, undang-undang ini dirancang dalam rangka memberi ruang untuk ikut memberikan sumbangan pemikiran dalam menetapkan tata kelembagaan yang tepat untuk itu," ujarnya.
Usul adanya gubernur dan wakil gubernur utama Yogyakarta yang diusulkan pemerintah, memiliki kewenangan. Dijelaskan mendagri, memiliki wewenang dalam memberikan arah umum kebijakan, pertimbangan, serta persetujuan dan veto terhadap rancangan peraturan daerah istimewa yang diajukan DPRD dan gubernur atau peraturan daerah istimewa yang berlaku.
Ditinjau dari aspek akuntabilitas dan transparani penyelenggaraan pemerintahan, kata mendagri, maka setiap kepala daerah dituntut pertanggung jawaban. Maka, setiap kepala daerah dituntut mempertanggung jawabkan akibat hukum dari segala tindakan yang dilakukannya.
"Dalam hal ini, kita merasa miris apabila Sultan yang kita hormati tersangkut masalah hukum sebagai konsekuensi digabungnya kesultanan dan pemerintahan. Bila dipisahkan antara kesultanan dan pemerintahan, maka tepatlah adigum yang menyatakan "the king can do wrong," demikian Mendagri Gamawan Fauzi.